Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Tuesday, May 28, 2013

Taraweang, Bissu dan Tonasa



  Sekilas tidak ada yang unik dari Desa Taraweang, salah satu desa di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Namun, di Desa inilah pernah lahir seorang tokoh yang sangat disegani dan dipercaya sebagai pimpinan adat, khususnya komunitas adat Bissu di Kabupaten Pangkep, almarhum Puang Toa Saidi.
  Komunitas Bissu di Pangkep dipercaya sebagai komunitas adat yang hingga kini mempertahankan tradisi masyarakat suku Bugis dari sejak zaman kerajaan. Kepercayaan yang dimiliki komunitas Bissu adalah juga kepercayaan yang umumnya dimiliki masyarakat suku Bugis. Komunitas Bissu hadir sebagai penjaga tradisi tersebut, sekaligus pelaksana ritual-ritual yang kini sudah jarang dilakukan.
  Entah kapan dimulainya, namun, tempo dulu ritual mappadendang dan mappalili, serta ritual-ritual lain ketika ada nadzar atau hajatan sering dilakukan oleh masyarakat Desa Taraweang. Namun kini, ritual-ritual seperti ini hanya dipusatkan di kecamatan-kecamatan yang ada di Pangkep dan di Bola Ajarang  (tempat tinggal para Bissu yang terletak di Kecamatan Segeri).
  Tak jauh dari Desa Taraweang terletak sebuah perusahaan semen terbesar di Indonesia Timur, PT. Semen Tonasa. Sumbangan Tonasa kepada masyarakat Desa Taraweang pun tak sebatas semen, namun alokasi dana CSR (corporate sosial responciblity), PKBL (program kemitraan bina lingkungan), hingga debu, gemuruh suara bom, dan pencemaran lingkungan. Sehingga tak jarang masyarakat Desa Taraweang melakukan hearing, dialog, hingga aksi, menuntut ganti rugi atas pencemaran yang mereka terima dari aktifitas tambang Tonasa.
 Hal ini menyebabkan suka duka dirasakan masyarakat Desa Taraweang. Disatu sisi Tonasa membawa kemajuan dalam berbagai hal, disisi lain masyarakat menghadapi masalah yang tak pernah pudar. Persoalan debu sebenarnya telah dipersoalkan sejak keberadaan Tonasa, namun hingga hari ini persoalan itu tak pernah tuntas. Bahkan, Pemda pun terkesan tidak sanggup memberikan solusi. Hal ini terbukti dimana CSR dan PKBL yang diberikan Tonasa pada masyarakat sekitar tambang seringkali tidak menyentuh persoalan utama masyarakat.
  Desa Taraweang terletak sekitar 10 kilo meter di sebelah utara ibu Kota Pangkajene. Desa yang memiliki luas 9,91 km persegi ini dulunya adalah sebuah gallarang dengan nama Taraweang Roman. Namun sejak tahun 70-an khususnya di masa orde baru, Taraweang Roman kemudian ditetapkan sebagai Desa dengan nama Desa Taraweang. Taraweang sendiri menurut beberapa sumber diartikan sebagai taraweh, sedangkan roman sendiri berarti semak. Sebagaimana penuturan Kepala Desa Taraweang, Abd. Majid Rammang.
  Kepergian Bissu Saidi meninggalkan banyak kecemasan, selain persoalan kharismatiknya menjaga tradisi suku Bugis, Bissu Saidi juga menjaga siklus kehidupan dari pesan-pesan kehidupan yang selalu diberikannya. Salah satu pesan kehidupan yang pernah disampaikan Bissu Saidi, ketika alam tidak lagi dikelola dengan arif, penuh keserakahan, dan penguasa (pemerintah) tidak lagi memperhatikan masyarakat kecil/lokal, maka tunggu saja bencananya.
  Melihat aktifitas Tonasa dan perusahaan-perusahaan tambang yang ada di Pangkep, pesan Bissu Saidi penting untuk dijadikan acuan. Sehingga pengelolaan sumber daya alam yang ada di Pangkep tidak hanya mengambil apa yang telah disediakan alam untuk manusia, namun menjaganya supaya dapat terus bermanfaat dan tidak justru menjadi bencana bagi mahluk hidup khususnya yang ada disekitar lokasi tambang.