Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Tuesday, July 17, 2012

PENYELEMAT ITU BERNAMA SANRO PAMMANA



“Di zaman modern yang kian mengagungkan akal, dan di tengah-tengah program kesehatan gratis yang digalakkan pemerintah, masyarakat Pulau Karanrang Kab. Pangkep lebih memilih seorang dukun anak dibanding tenaga medis apabila sedang melahirkan. Disamping karena kepercayaan akan mahluk gaib, ada juga soal pelayanan yang maksimal.”

Minimnya pelayanan kesehatan yang banyak terjadi di daerah kepulauan tidak lantas membuat masyarakat tidak dapat hidup sehat, atau melahirkan anak-anak mereka dengan lancar. Sebagaimana di pulau Karanrang, terdapat banyak Sanro Pammana yang justru dipercaya masyarakat untuk membantu proses melahirkan hingga perawatan setelah melahirkan.
Sanro Pammana atau dukun beranak seperti dewa penolong bagi masyarakat di pulau Karanrang. Sanrolah yang membantu ratusan ibu melahirkan dan menyelamatkan bayi yang baru lahir di satu dari 115 lebih pulau di Kab. Pangkep tersebut. Rohani, 25 Tahun, adalah satu dari Ibu di pulau karanrang yang menggunakan jasa sanro saat melahirkan anak pertamanya.
Keberadaannya yang cukup banyak juga mempermudah masyarakat untuk berinteraksi. Bahkan, masyarakat tidak perlu repot-repot ke Pustu atau Puskesmas, cukup di rumah, Sanrolah yang datang ke rumah-rumah ibu yang akan melahirkan. Selain itu, Sanro lebih lengkap, lengkap dengan “Pattui-pattuina” (Doa), ungkap Yuhar seorang Tokoh Pemuda dari Pulau Karanrang. "Soal melahirkan masyarakat lebih memilih Sanro dibanding Bidan, bahkan perbandingannya bisa mencapai 7 banding 3, Karena kebanyakan masyarakat masih percaya bahwa saat ada yang melahirkan ada mahluk pemangsa bayi berkeliaran (parakang), dan hanya Sanro yang faham soal itu”, tambah Yuhar.
Hal lain yang mempengaruhi masyarakat sehingga lebih memilih Sanro pammana adalah soal tariff, apabila dibantu seorang Bidan yang dilakukan di rumah, satu kali melahirkan bisa sampai 500-700 ribu. Sedangkan Sanro tidak memasang tariff, dia ihlas dengan pemberian seorang. Menurut aktifis LSM Pangkep, Ibnu Hajar, hal tersebut wajar saja, “yang menyebabkan masyarakat memilih dilayani di rumah dibanding ke puskesmas atau pustu yang ada khususnya di pulau, adalah soal sarana dan prasarana yang kurang memadai”, ungkap Ibnu yang juga alumni Sekolah Demokrasi Pangkep ini.
Seorang Sanro biasanya menerima upah sekitar 50-300 ribu per satu kali membantu ibu melahirkan. Namun begitu, Sanro juga melihat kondisi ekonomi keluarga yang sedang dibantunya. Apabila keluarga yang sedang dibantunya kekurangan secara ekonomi maka seorang Sanro pammana biasanya menerima upah tidak sampai seratus ribu. “kalau yang dibantu kekurangan, kadang juga 50 ribu”, Ungkap Batari salah seorang Sanro Pammana di Pulau Karanrang. Namun begitu ada tarif khusus bagi anak pertama, mengingat kesulitan yang dihadapi dibanding anak kedua dan seterusnya. “kalau anak pertama biasanya 250 atau 300 ribu, karena agak susah” tambah Batari.
Begitupun soal waktu, dalam satu kali membantu orang melahirkan seorang Sanro pammana biasanya merawat bayi dan ibunya selama 7-13 hari. Dibagi untuk merawat Ibu dan bayi. Perawatan untuk ibu biasanya selama 3 hari, dan sang bayi sampai ritual “ assalama’ ” atau turun mandi, berkisar antara 7-10 hari. Dalam rentan waktu itu, Sanro memijat dan melihat perkembangan Ibu dan bayinya, bahkan tidak jarang seorang Sanro pammana harus menginap di rumah orang yang dibantunya.

Privatisasi dan Keterbukaan Informasi Publik di Pangkep



Terjawab sudah gerakan aktivis dan kelompok penekan sejak beberapa tahun yang lalu hingga saat ini, ramai-ramai menolak kebijakan pemerintah untuk membuka lebar masuknya pemodal maupun investor yang ingin menguasai sumber kebutuhan dasar rakyat di tanah air. Bahwa, apa yang selama ini kita nikmati sebagai milik bersama, dapat dengan mudah beralih menjadi milik kelompok-kelompok kecil pemilik capital.
Gerakan menolak privatisasi kebutuhan dasar manusia sejatinya masih berlangsung hingga sekarang. Namun, bagi sebagian orang, privatisasi bukanlah hal baru, bahkan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari aktifitas sehari-hari. Tarolah seperti privatisasi sumber daya alam, tanpa pengembalian yang dinamis khususnya bagi keberlangsungan pendidikan dan kesehatan masyarakat sekitar tambang.
Sebagaimana diketahui, sejak diberlakukannya aturan terkait dengan otonomi daerah, setiap daerah diberi keleluasaan untuk memajukan daerahnya sendiri. Investor yang hendak masuk ke daerah tertentu, dapat langsung berhubungan dengan Pemda setempat tanpa harus melobi ke pusat. Hal-hal yang berkaitan dengan pusat terkecuali beberapa hal yang memang masih satu aturan. Salah satu contohnya adalah Hutan, karena aturan tentang kehutanan yang memang masih satu payung. Misalnya ketika area yang akan dieksploitasi adalah kawasan hutan lindung, maka harus mendapat izin dari Menteri Kehutanan dalam bentuk “izin pinjam pakai”.

“Mahalnya” Program Pendidikan dan Kesehatan Gratis bagi Masyarakat Kepulauan



Pulau dan masalah-masalahnya selalu menarik dibincangkan. Tak terkecuali di Kab. Pangkep, masalah yang dihadapi masyarakat kepulauan di Pangkep kian tak berujung. Menyusul statemen yang disampaikan Staff Ahli Bupati Pangkep, Alwi Fatahillah, beberapa waktu lalu dalam Inclass Sekolah Demokrasi Pangkep Angkatan III. Beliau mengatakan, “sudah banyak pakar dilibatkan, pakar ekonomi makro, pakar koperasi, dan sebagainya, namun selalu gagal membangun konsep untuk memajukan masyarakat kepulauan.”
Dari data di Dinas Perikanan dan Kelautan Pangkep, pulau yang membentang di perairan Kabupaten Pangkep sekitar 118 pulau. 87 diantaranya dihuni oleh warga Pangkep. Terdiri dari empat kecamatan, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara, Kecamatan Liukang Kalmas, dan Kecamatan Liukang Tangaya.
Jumlah Penduduk yang tinggal di Empat kecamatan pulau tersebut bila dirata-ratakan sekitar 62.000 lebih manusia, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Data tersebut belum ditambah masyarakat atau anak-anak yang belum memiliki KTP (Lihat BPS Pangkep, 2011). Karena luasnya daerah kekuasaan Pangkep tersebut, beberapa pihak sering sekali mengusulkan ke pusat untuk menambah DAU dan DAK yang dialokasikan ke Pangkep, sebagaimana pernah disampaikan oleh A. Benny, salah seorang Anggota DPRD Kab. Pangkep beberapa waktu lalu.