Pangkep
sering sekali disebut-sebut sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah, karena mulai dari daratan, pegunungan sampai daerah kepulauan dan
lautan yang sangat luas, bahkan, beberapa
pulau terluar yang masuk sebagai pulaunya Pangkep berada dekat dengan kepulauan
NTB dan Kalimantan.
Kekayaan
sumber daya alam Pangkep tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha untuk di
eksploitasi. Beberapa kekayaan alam Pangkep yang menyimpan tanah yang bisa
dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat semen di ambil alih oleh Tonasa.
Gunung-gunung yang mengandung marmer diambil oleh puluhan perusahaan marmer
yang ada di Pangkep. Belum lagi tambang galian C yang juga marak di Pangkep.
Industrialisasi perusahaan tambang yang marak di Pangkep menjadikan Pangkep strategis sebagai daerah industry. Namun hal tersebut tidak cukup untuk mengatakan bahwa Pangkep masuk sebagai daerah yang maju. Karena sejak berdirinya Tonasa dan berdirinya berbagai perusahaan tambang di Pangkep, Pangkep masih seperti dulu, bahkan kini dari data BPS, Pangkep justru masuk sebagai daerah tertinggal.
Industrialisasi perusahaan tambang yang marak di Pangkep menjadikan Pangkep strategis sebagai daerah industry. Namun hal tersebut tidak cukup untuk mengatakan bahwa Pangkep masuk sebagai daerah yang maju. Karena sejak berdirinya Tonasa dan berdirinya berbagai perusahaan tambang di Pangkep, Pangkep masih seperti dulu, bahkan kini dari data BPS, Pangkep justru masuk sebagai daerah tertinggal.
Peran
perusahaan-perusahaan tambang tidak banyak mengubah nasib penduduk Pangkep.
Memang benar perusahaan tersebut menyerap tidak sedikit penduduk local untuk bekerja di perusahaannya, namun persoalan
Pangkep bukan hanya terletak pada banyak sedikitnya karyawan yang diserap,
namun bagaimana masyarakat secara umum apalagi yang tidak bekerja di perusahaan
tersebut merasakan hasil dari sumber daya alam mereka yang dieksploitasi.
Perusahaan-perusahaan
tambang tersebut sesungguhnya dibebani kewajiban CSR (corporate social
responsibility). Bahkan CSR tersebut tidak dipatok harus direalisasikan dalam
bentuk apapun. Namun, kewajiban CSR tak lain mengarah pada masyarakat disekitar
tambang, dan lingkungan yang telah di eksploitasi. Masyarakat disekitar tambang
yang terkena dampak langsung dari pencemaran tambang masuk sebagai kewajiban
perusahaan untuk mensejahterakannya, bukan hanya berkewajiban merekrut mereka
untuk menjadi karyawan namun bagaimana menanggulangi pencemaran yang terjadi akibat tambang.
CSR juga
adalah kewajiban perusahaan untuk menanggulangi kerusakan alam yang terjadi
akibat dari aktifitas tambang.
Bukan membiarkan alam yang telah diambil tanahnya, atau yang telah diambil marmernya
menjadi area yang tidak lagi dapat difungsikan. Bahkan
terkesan lokasi yang telah dijadikan areal tambang seperti lokasi mati. Namun
bagaimana melakukan penghijauan dan pembenahan kembali, agar dapat bermanfaat secara umum bagi masyarakat setelah perusahaan tersebut tidak beroperasi lagi.
Ada beberapa peraturan yang mewajibkan
perusahaan untuk menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR,
tergantung dari bidang usahanya masing-masing. diantarnya:
1. Keputusan Menteri BUMN/ Per-05/MBU/2007, Tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL).
Dalam Kepmen ini, Pasal 1 ayat 6 dijelaskan bahwa Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program
untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri
melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal 1 ayat
7 dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program
BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.
Adapun ruang lingkup bantuan Program BL BUMN, berdasarkan Permeneg BUMN,
Per-05/MBU/2007 Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah :
1) Bantuan korban
bencana alam;
2) Bantuan
pendidikan dan/atau pelatihan;
3) Bantuan
peningkatan kesehatan;
4) Bantuan
pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;
5) Bantuan sarana
ibadah;
2. Undang-undang
Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
Dalam pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
dijelaskan.
- Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan,
- Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran,
- Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
- Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Undang-undang
Penanaman Modal, Nomor 25 Tahun 2007
Undang-undang ini berlaku bagi penanaman modal dalam
negeri, maupun penanaman modal asing. Dalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa "Setiap
penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan."
Sanksi-sanksi terhadap badan usaha atau
perseorangan yang melanggar peraturan, diatur dalam Pasal 34, yaitu berupa
sanksi administratif dan sanksi lainnya, diantaranya:
- Peringatan tertulis
- pembatasan kegiatan usaha
- pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal
- pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
4. Undang-undang Minyak dan Gas Bumi, Nomor 22/2011
Khusus bagi perusahaan yang operasionalnya
mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dalam hal ini minyak dan gas bumi, terikat oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001, tentang
Minyak dan Gas Bumi, disebutkan pada Pasal 13 ayat 3 (p),:
”Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: (p)
pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat”. Selain beberapa peraturan di
atas, juga ada Guidance Standard on Social Responsibility ISO 26000.
Seringkali
perusahaan tambang di Pangkep melupakan kewajibannya terkait dengan CSR. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang tidak
menerapkan CSR, sedangkan kerusakan alam dan pencemaran terjadi di depan mata mereka. Tidak sedikit masyarakat mengeluh dan
mengadu akibat pencemaran yang terjadi di sekitar rumah tempat tinggal mereka,
namun pemerintah yang seyogianya menjadi penghubung, penengah dan pengayom
masyarakat seringkali lebih memilih berpihak pada pengusaha.
Berbagai
dialog yang digelar guna menghubungkan suara rakyat dengan pihak pengusaha dan
juga pemerintah berlalu begitu saja, tanpa perilaku berarti dari pihak perusahaan maupun pemerintah untuk
mengurangi persoalan yang ada.
Sedangkan bila dikaji lebih jauh, hadirnya CSR
sesungguhnya menguntungkan pihak perusahaan sendiri. Karena selain berfungsi untuk
memberikan asas manfaat bagi masyarakat, CSR juga sesungguhnya diharapkan mampu
menjadi acuan untuk menjaga hubungan harmonis antara perusahan dengan
masyarakat di sekitar tambang. Karena bukan tidak mungkin banyak protes dari
masyarakat terkait aktifitas tambang. CSR sesungguhnya diperlukan oleh
perusahaan untuk memberikan timbal balik dari kerusakan di sekitar rumah mereka
akibat tambang.
Disisi
lain realisasi CSR tidak tepat sasaran.
Masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari CSR sering kali justru
tidak tersentuh. Pengelolaannya pun tidak transparan, tidak dikelola secara
maksimal, berapa yang masuk ke PAD Pangkep, berapa yang dalam bentuk bantuan langsung
untuk masyarakat sekitar tambang, berapa yang direalisasikan dalam bentuk
kesehatan dan berapa untuk pendidikan, semuanya terkesan dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Belakangan, masyarakat lebih tau jumlah CSR dalam bentuk
Milyaran yang tidak terealisasi, dan yang sudah masuk ke PAD. Yang
paling miris, beberapa waktu lalu BPK merilis tunggakan pajak beberapa perusahaan tambang di
Pangkep yang nilainya mencapai puluhan milyar rupiah.
Seringkali pula CSR direalisasikan bukan pada tempatnya. Masyarakat
sekitar tambang butuh terhindar dari pencemaran akibat tambang, butuh
lingkungan hijau, justru dari informasi yang penulis terima CSR direalisasikan dalam bentuk lain. Seharusnya yang lebih penting
dari implementasi CSR tersebut adalah pada
hal-hal mendasar yang dibutuhkan masyarakat Pangkep, terutama pendidikan dan kesehatan. Selanjutnya mengatasi pencemaran yang terjadi
akibat tambang.
Ironisnya, kondisi Pangkep hari ini tidak menjadi tumpuan pemerintah daerah untuk mendorong transparansi CSR perusahaan-perusahaan tambang di Pangkep, dalam upaya memberikan timbal balik dari kerusakan alam yang telah mereka lakukan kepada masyarakat disekitar tambang. Menekan perusahaan untuk turut serta memperbaiki Pangkep dari ketertinggalannya. Sebaliknya, pemerintah terkesan diam, dan terlena dengan persoalan-persoalan yang kurang menyentuh masyarakat Pangkep secara umum.
Ironisnya, kondisi Pangkep hari ini tidak menjadi tumpuan pemerintah daerah untuk mendorong transparansi CSR perusahaan-perusahaan tambang di Pangkep, dalam upaya memberikan timbal balik dari kerusakan alam yang telah mereka lakukan kepada masyarakat disekitar tambang. Menekan perusahaan untuk turut serta memperbaiki Pangkep dari ketertinggalannya. Sebaliknya, pemerintah terkesan diam, dan terlena dengan persoalan-persoalan yang kurang menyentuh masyarakat Pangkep secara umum.
No comments:
Post a Comment