Rumah ini bukan rumah singgah
orang kaya, yang digunakan berlibur atau menghilangkan penat dari kerja yang
sehari-harinya dilakukan di kota. Rumah ini dihuni oleh seorang warga, tepatnya
di kelurahan Biraeng Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
Lokasi rumah ini berada di lereng salah
satu gunung yang banyak terbentang di daratan Kabupaten Pangkep. Karena
lokasinya yang berada di dekat gunung, membuat rumah ini asri, sejuk dan
membawa kedamaian di hati penghuninya.
Salah seorang penghuni rumah ini
adalah Hasan. seorang warga yang tergolong masih muda dan energik. Sehari-hari Hasan
menarik bentor (becak motor) demi kebutuhan keluarganya.
Hasan dikenal sebagai seorang
yang baik dan suka bergaul. Hasan juga dikenal sebagai warga yang kritis,
lantaran seringnya Hasan mengkritisi perilaku tidak demokratis pemerintah di
kelurahannya, dari mulai pelayanan terhadap kebutuhan dasar seperti raskin, kesehatan,
dan bantuan-bantuan yang masuk ke kelurahan yang dirasakannya tidak transparan.
Hasan memiliki dua orang anak dan juga istri yang sedang menyelesaikan studinya di salah satu perguruan tinggi keguruan di Kabupaten Pangkep (*)
Hasan memiliki dua orang anak dan juga istri yang sedang menyelesaikan studinya di salah satu perguruan tinggi keguruan di Kabupaten Pangkep (*)
Sebetulnya Hasan pernah bekerja pada
perusahaan tambang marmer di Pangkep (nama perusahaan tidak disebutkan). Namun
Hasan memilih keluar, karena ‘perlakuan’ tidak demokratis yang diterimanya dari
pihak perusahaan. Salah satunya adalah sulitnya Hasan meminta upah standar yang
menjadi haknya. Selain itu, Hasan juga kerap kali memergoki upaya
perusahaan untuk memanipulasi data, salah satunya agar lolos dari kewajiban
pajak.
Selain itu, alasan Hasan keluar
dari bekerja di perusahaan tambang adalah tidak adanya upaya serius perusahaan
untuk mensejahterakan masyarakat sekitar tambang. Apalagi, perusahaan dimana
Hasan bekerja adalah perusahaan tambang swasta / privat. “Perusahaan Keluarga”
begitu Hasan menyebutnya.
Setelah lama menarik bentor Hasan
mengaku lebih nyaman, dibanding bekerja di perusahaan tambang marmer
sebagaimana yang pernah dia jalani. Sembari menjalani aktifitasnya sebagai
peserta sekolah demokrasi Pangkep angkatan Ketiga, Hasan kini lebih kritis
terhadap kondisi di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Apa yang dialami Hasan tidak jauh
berbeda dengan Dua orang lainnya yang juga peserta sekolah demokrasi Pangkep,
Ismail Magga dan Tajuddin. Ketiganya sama-sama pernah keluar dari bekerja di
perusahaan tambang swasta di Pangkep, lantaran “kritis” terhadap perilaku perusahaan
tempat mereka bekerja.
Pesan yg di sampaikan dlm tulisan tidak terlalu asyik untuk di simak, sepertinya hars di dramatisir sedikit spya pembaca memiliki emosional terhdp apa yg di rasakan si hasan,baik isi maupn judulnya, dan makna kata2nya sangt miskin
ReplyDeleteoke one,,, tulisan berikutnya akan dibuat seperti sinetron yang setiap malam ada di TV... kwkwkwkwk
ReplyDeleteSelain memiliki dua orang anak, Hasan juga memiliki seorang istri,,,ini kalimat apa,,,frasa berulanga,,,pie to
ReplyDeletendak tau juga tuh,, gimana memang seharusnya kalimatnya mas Daus..?
ReplyDelete