Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Tuesday, April 10, 2012

Demokrasi Dadakan


Banyaknya pemimpin dan wakil rakyat yang memberikan contoh kurang baik di masyarakat membuat banyak orang mempertanyakan kinerja partai politik sebagai penyaring sosok calon pemimpin. Benarkah kaderisasi yang menjadi tugas partai politik dilaksanakan dengan baik? kalau benar dilaksanakan, kenapa pemimpin yang mewakili kepentingan rakyat seakan lupa terhadap kewajibannya dan hanya mementingkan kepentingan pribadinya disaat mereka telah menduduki satu jabatan? Pertanyaan-pertanyaan ini seolah tiada henti diungkapkan oleh semua kalangan. Termasuk penulis.
Sekian kali sudah kita melakukan pilkada, memilih wakil rakyat dari mulai pusat hingga daerah, namun seiring itu pula tidak sedikit wakil rakyat yang kemudian lupa, bahwa ada kewajiban yang dia emban di pundaknya.
Bukankah terbentuknya negara pada mulanya adalah untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat. Menciptakan kesejahteran ditengah-tengah masyarakat, memberikan pelayanan pada masyarakat terhadap apa yang mereka butuhkan. Bukan sebaliknya, hanya mengeruk uang rakyat demi kepentingan pribadi dan golongannya, tanpa ada pengembalian yang berarti bagi masyarakat.
Upaya untuk membalik stigma yang sudah terlanjur berkembang sulit dilakukan, sejauh ini yang masih berlaku adalah Wakil Rakyat adalah seorang yang memiliki power yang selayaknya dilayani, bukan melayani. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, seorang yang ingin memperoleh hak-hak Sipol-nya (Sosial Politik) haruslah dengan administrasi yang cukup panjang berikut penghormatan yang sebesar-besarnya pada pejabat yang berwenang. Kalau tidak, jangan harap mendapatkan pelayanan atau bahkan dilayani dengan layak.
Sering kali pemerintah justru memberikan rasa tidak aman di masyarakat. Kesejahteraan yang diidam-idamkan masyarakat dari suara yang dia sumbangkan saat pilkada, pada orang yang kelak mewakilinya berbuah janji belaka.
Benarkah pemimpin yang terpilih dan kini duduk sebagai wakil rakyat kita terbentuk dari kultur yang serba mendadak. Mendadak di lamar, mendadak mencalonkan diri dan mendadak jadi wakil rakyat, akhirnya kebijakannya pun serba mendadak. Tidak dikoordinasikan dengan masyarakat, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan rakyat yang diwakilinya dan pengetahuan yang dia milikipun tidak berperspektif kerakyatan.
Ada kemungkinan fungsi partai politik sebagai penyedia calon yang tidak jalan. Seleksi calon pemimpin yang dilakukan bukan semata-mata di dasari atas kepentingan bersama rakyat atau ideologi partai. Namun, semata hanya mencari tokoh yang mampu mengangkat citra partai sekaligus memberi dukungan dana ke Partai.
Partai politik selain memiliki tugas menyediakan dan mengusulkan calon, juga memiliki tugas memberikan pendidikan politik di masyarakat. namun kondisi di lapangan mengatakan lain. Memang benar partai politik melakukan kegiatan politik, namun kegiatan politik yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang menjadi landasan dibentuknya sistem kepartaian justru menjadi konsumsi masyarakat.
Tidak sedikit masyarakat yang kemudian apatis dengan pemimpin yang disodorkan partai politik, mengingat dari calon-calon yang diajukan dan kemudian menjadi pemimpin atau wakil rakyat, sama sekali tidak memperdulikan kepentingan rakyat. Apatalagi untuk mendorong kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat yang diwakilinya.
Sebagaimana tertuang dalam UU No. 02 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan telah diubah dalam UU No.02 Tahun 2011, jelas dikatakan bahwa, fungsi partai politik selain merekrut calon juga memberikan pendidikan politik di masyarakat. Kalau ini tidak menjadi pehatian kita bersama, maka selama itu pula kita hanya akan mendapatkan pemimpin yang hanya mengatasnamakan rakyat dan tidak peka terhadap kebutuhan rakyatnya. ###

2 comments:

  1. mantap, bernas, faktual, paradigmatik,,,ambe muami

    ReplyDelete
  2. hehe,, aja'na klo untuk wacana demokrasi. kamar bawah boleh...

    ReplyDelete