Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Tuesday, July 17, 2012

“Mahalnya” Program Pendidikan dan Kesehatan Gratis bagi Masyarakat Kepulauan



Pulau dan masalah-masalahnya selalu menarik dibincangkan. Tak terkecuali di Kab. Pangkep, masalah yang dihadapi masyarakat kepulauan di Pangkep kian tak berujung. Menyusul statemen yang disampaikan Staff Ahli Bupati Pangkep, Alwi Fatahillah, beberapa waktu lalu dalam Inclass Sekolah Demokrasi Pangkep Angkatan III. Beliau mengatakan, “sudah banyak pakar dilibatkan, pakar ekonomi makro, pakar koperasi, dan sebagainya, namun selalu gagal membangun konsep untuk memajukan masyarakat kepulauan.”
Dari data di Dinas Perikanan dan Kelautan Pangkep, pulau yang membentang di perairan Kabupaten Pangkep sekitar 118 pulau. 87 diantaranya dihuni oleh warga Pangkep. Terdiri dari empat kecamatan, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara, Kecamatan Liukang Kalmas, dan Kecamatan Liukang Tangaya.
Jumlah Penduduk yang tinggal di Empat kecamatan pulau tersebut bila dirata-ratakan sekitar 62.000 lebih manusia, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Data tersebut belum ditambah masyarakat atau anak-anak yang belum memiliki KTP (Lihat BPS Pangkep, 2011). Karena luasnya daerah kekuasaan Pangkep tersebut, beberapa pihak sering sekali mengusulkan ke pusat untuk menambah DAU dan DAK yang dialokasikan ke Pangkep, sebagaimana pernah disampaikan oleh A. Benny, salah seorang Anggota DPRD Kab. Pangkep beberapa waktu lalu.
Luas daerah kepulauan Pangkep berbatasan dengan beberapa propinsi seperti NTB, Sumbawa, Kalimantan, Bali dan Pulau Jawa. Bahkan menurut Alwi Fatahillah, bila diambil salah satu pulau di Kecamatan Liukang Tangaya sebagai ukuran, membentang lurus hingga ibu kota Pangkajene, maka jaraknya bisa mencapai 700 Kilo Meter. Inilah salah satu alasan yang sering terlontar dari pejabat-pejabat di Pangkep, bahwa mereka kesulitan untuk mendistribusikan pelayanan yang baik dan seimbang sebagaimana pelayanan yang ada di daratan.
Haruskah masyarakat kepulauan menanggung beban dari ketidakmampuan pemerintah, sehingga mereka tidak dapat menikmati pelayanan sebagaimana pelayanan yang didapatkan masyarakat yang tinggal di daratan? Pertanyaan ini sebetulnya menarik untuk di kaji, mengingat negara yang bertugas mensejahterakan rakyatnya ternyata tidak mampu lagi menjalankan tugasnya.
Kambing Hitam
Sejauh ini masyarakat kepulauan juga selalu menjadi kambing hitam dari ketidakmampuan pemerintah. Data BPS 2011 kemarin menyatakan bahwa Pangkep masuk sebagai daerah tertinggal. Oleh sebab itu pula, beberapa golongan menganggapnya karena “disebabkan oleh masyarakat kepulaun”. Tentu saja persepsi itu membuat gerang warga kepulauan. Jamal, salah seorang mahasiswa asal pulau Satangger mengatakan, “Saya sebagai warga kepulauan tersinggung bila dikatakan masyarakat kepulaun adalah penyebab dari ketertinggalan Pangkep. Bagi saya, itu adalah kesalahan pemerintah yang tidak mampu mengembangkan masyarakat kepulaun,” ungkap Jamal yang juga peserta sekolah demokrasi pangkep angkatan ketiga ini. “Boro-boro mengembangkan pendidikan, di tempat tinggal saya, Pulau Satangger, tidak sedikit sekolah yang hanya menggunakan fasilitas seadanya disana, seperti dinding gamacca dan atap seadanya. Apalagi mau bicara kualitas pendidikan, gurunya saja terbatas, satu guru bisa merapel 5 mata pelajaran”, tambahnya.
Kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan maupun kesehatan masyarakat kepulauan juga seringkali dikembalikan pada masyarakat kepulauan. Tidak sedikit pejabat di Pangkep yang menyebutnya karena kemalasan dan sifat dasar masyarakat kepulauan. Sekretaris Dinas Sosial Kab. Pangkep disela-sela diskusi kemiskinan di Pangkep baru-baru ini mengungkapkan, “Sulitnya masyarakat kepulauan itu, dikasih modal untuk usaha produktif justru dibelikan kursi atau meja tamu, seharusnya dibelikan indomi dan di jual sehingga lebih produktif”, ungkapnya.
Senada dengan pernyataan Jamal, Nasaruddin warga pulau Sapuka mengatakan, “Banyak pulau yang tidak memiliki sarana pendidikan dan kesehatan. Di Kecamatan Liukang Tangaya saja yang terdiri dari puluhan pulau, hanya terdapat 2 puskesmas. Belum lagi jarak yang ditempuh untuk menuju ke puskesmas tersebut. Banyak masyarakat mati atau melahirkan dalam perjalanan karena hal itu”, ungkapnya pada Mandat.
Apa yang diungkapkan Nasaruddin bukan tanpa dasar. Bahkan hal tersebut dibenarkan oleh Kabag Kesra Dinas Kesehatan Pangkep saat diskusi dengan Peserta Sekolah Demokrasi Pangkep beberapa waktu yang lalu. Bahwa tahun 2011 kemarin ada sekitar 5 orang meninggal dalam perjalanan. Ada yang disebabkan karena pendarahan hebat ada juga karena penyakit berat. “Hal seperti itu selalu menjadi evaluasi kami, dan kami selalu berbenah. Namun memang seringkali kami terbentur oleh transportasi,” ungkap Kabid Kesra Dinas Kesehatan Pangkep, Dr. Hj. Herlina, MM. “Dukungan masyarakat pulau sangat kami harapkan”, keluhnya.
Pemerataan Pelayanan
Sebenarnya apa yang diharapkan masyarakat kepulauan tidaklah terlalu sulit untuk direalisasikan. Sebagaimana diungkapkan Nasaruddin, masyarakat kepulauan hanya menginginkan pendidikan dan kesehatan yang layak sebagaimana masyarakat lainnya. Itu hanya bisa direalisasikan apabila pemerintah daerah dalam hal ini Bupati dan seluruh SKPD yang ada serius. Sebagaimana diungkapkan Nasaruddin, “Kalau perlu sekolahkan anak-anak muda kepulauan supaya setelah mereka pintar kembali ke pulaunya dan mengembangkan pulau”, ungkapnya. Apatalagi anggaran pendidikan dan kesehatan yang sebetulnya jelas tersedia baik dari pusat hingga pemerintah daerah, “hanya tinggal dikelola dengan baik”, tambahnya.
Menurut Direktur Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat, Abd. Karim, sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menjadikan masyarakat Pangkep sejahtera. Anggaran pendidikan dan kesehatan di Pangkep hanya perlu di manag dengan baik. untuk masyarakat di sekitar ibu kota pangkajene, khususnya sekitar pertambangan, anggaran pendidikan dan kesehatan bisa dialoksasikan dari kewajiban perusahaan atau corporate sosial responsibility (CSR) yang juga telah di atur dalam undang-undang. “Ini hanya perlu keseriusan pemda dan perangkat-perangkatnya, seberapa besar pengaruh Pemda untuk menekan perusahaan agar mensejahterakan rakyat disekitar tambang. Untuk anggaran pendidikan dan kesehatan yang telah ada, baik dari pusat atau propinsi bisa dialokasikan untuk yang lain, misalnya untuk masyarakat kepulauan”, ungkap Karim.
Menurut Jamal, tidak jarang persoalan masyarakat kepulauan didialogkan dan diwacanakan ditingkat pengambil kebijakan di Pangkep, apalagi dengan DPR. Hal tersebut diungkapkan Jamal saat Inclass Gerakan Sosial di Makassar beberapa waktu yang lalu, “sudah sekian kali kami dialog dan mencoba mewacanakan masalah-masalah yang ada di kepulauan, namun tetap saja tidak ada tindak lanjut dan solusi dari pemerintah daerah”, cetusnya. 
Pernah satu waktu Jamal dan teman-teman yang juga berasal dari pulau berorasi di depan DPRD, namun aksi tinggal aksi, dan dialog tidak juga menghasilkan realisasi tindakan nyata dari pemerintah. Sehingga Jamal, Nasaruddin dan khususnya teman-teman dari kepulauan seringkali mengisukan agar daerah kepulaun menjadi satu kabupaten tersendiri, berpisah dengan Pangkajene. “Namun itu butuh proses panjang, karena melihat kondisi yang ada, masyarakat kepulauan tentu saja belum siap”, aku Jamal. ###


No comments:

Post a Comment