Pulau dan masalah-masalahnya selalu
menarik dibincangkan. Tak terkecuali di Kab. Pangkep, masalah yang dihadapi
masyarakat kepulauan di Pangkep kian tak berujung. Menyusul statemen
yang disampaikan Staff Ahli Bupati Pangkep, Alwi Fatahillah, beberapa waktu
lalu dalam Inclass Sekolah Demokrasi Pangkep Angkatan III. Beliau mengatakan,
“sudah banyak pakar dilibatkan, pakar ekonomi makro, pakar koperasi, dan
sebagainya, namun selalu gagal membangun konsep untuk memajukan masyarakat
kepulauan.”
Dari data di Dinas Perikanan dan
Kelautan Pangkep, pulau yang membentang di perairan Kabupaten Pangkep sekitar
118 pulau. 87 diantaranya dihuni oleh warga Pangkep. Terdiri dari empat
kecamatan, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara,
Kecamatan Liukang Kalmas, dan Kecamatan Liukang Tangaya.
Jumlah Penduduk yang tinggal di Empat
kecamatan pulau tersebut bila dirata-ratakan sekitar 62.000 lebih manusia, terdiri
dari laki-laki dan perempuan. Data tersebut belum ditambah masyarakat atau anak-anak
yang belum memiliki KTP (Lihat BPS Pangkep, 2011). Karena luasnya daerah
kekuasaan Pangkep tersebut, beberapa pihak sering sekali mengusulkan ke pusat
untuk menambah DAU dan DAK yang dialokasikan ke Pangkep, sebagaimana pernah
disampaikan oleh A. Benny, salah seorang Anggota DPRD Kab. Pangkep beberapa
waktu lalu.
Luas daerah kepulauan Pangkep
berbatasan dengan beberapa propinsi seperti NTB, Sumbawa, Kalimantan, Bali dan
Pulau Jawa. Bahkan menurut Alwi Fatahillah, bila diambil salah satu pulau di
Kecamatan Liukang Tangaya sebagai ukuran, membentang lurus hingga ibu kota
Pangkajene, maka jaraknya bisa mencapai 700 Kilo Meter. Inilah salah satu
alasan yang sering terlontar dari pejabat-pejabat di Pangkep, bahwa mereka
kesulitan untuk mendistribusikan pelayanan yang baik dan seimbang sebagaimana
pelayanan yang ada di daratan.
Haruskah masyarakat kepulauan
menanggung beban dari ketidakmampuan pemerintah, sehingga mereka tidak dapat
menikmati pelayanan sebagaimana pelayanan yang didapatkan masyarakat yang
tinggal di daratan? Pertanyaan ini sebetulnya menarik untuk di kaji, mengingat
negara yang bertugas mensejahterakan rakyatnya ternyata tidak mampu lagi menjalankan
tugasnya.
Kambing
Hitam
Sejauh ini masyarakat kepulauan juga
selalu menjadi kambing hitam dari ketidakmampuan pemerintah. Data BPS 2011
kemarin menyatakan bahwa Pangkep masuk sebagai daerah tertinggal. Oleh sebab
itu pula, beberapa golongan menganggapnya karena “disebabkan oleh masyarakat
kepulaun”. Tentu saja persepsi itu membuat gerang warga kepulauan. Jamal, salah
seorang mahasiswa asal pulau Satangger mengatakan, “Saya sebagai warga kepulauan
tersinggung bila dikatakan masyarakat kepulaun adalah penyebab dari ketertinggalan
Pangkep. Bagi saya, itu adalah kesalahan pemerintah yang tidak mampu
mengembangkan masyarakat kepulaun,” ungkap Jamal yang juga peserta sekolah
demokrasi pangkep angkatan ketiga ini. “Boro-boro mengembangkan pendidikan, di tempat
tinggal saya, Pulau Satangger, tidak sedikit sekolah yang hanya menggunakan
fasilitas seadanya disana, seperti dinding gamacca dan atap seadanya. Apalagi mau
bicara kualitas pendidikan, gurunya saja terbatas, satu guru bisa merapel 5
mata pelajaran”, tambahnya.
Kemiskinan dan rendahnya tingkat
pendidikan maupun kesehatan masyarakat kepulauan juga seringkali dikembalikan
pada masyarakat kepulauan. Tidak sedikit pejabat di Pangkep yang menyebutnya
karena kemalasan dan sifat dasar masyarakat kepulauan. Sekretaris Dinas Sosial Kab.
Pangkep disela-sela diskusi kemiskinan di Pangkep baru-baru ini mengungkapkan,
“Sulitnya masyarakat kepulauan itu, dikasih modal untuk usaha produktif justru dibelikan
kursi atau meja tamu, seharusnya dibelikan indomi dan di jual sehingga lebih
produktif”, ungkapnya.
Senada dengan pernyataan Jamal,
Nasaruddin warga pulau Sapuka mengatakan, “Banyak pulau yang tidak memiliki sarana
pendidikan dan kesehatan. Di Kecamatan Liukang Tangaya saja yang terdiri dari
puluhan pulau, hanya terdapat 2 puskesmas. Belum lagi jarak yang ditempuh untuk
menuju ke puskesmas tersebut. Banyak masyarakat mati atau melahirkan dalam
perjalanan karena hal itu”, ungkapnya pada Mandat.
Apa yang diungkapkan Nasaruddin bukan
tanpa dasar. Bahkan hal tersebut dibenarkan oleh Kabag Kesra Dinas Kesehatan
Pangkep saat diskusi dengan Peserta Sekolah Demokrasi Pangkep beberapa waktu
yang lalu. Bahwa tahun 2011 kemarin ada sekitar 5 orang meninggal dalam
perjalanan. Ada yang disebabkan karena pendarahan hebat ada juga karena penyakit
berat. “Hal seperti itu selalu menjadi evaluasi kami, dan kami selalu berbenah.
Namun memang seringkali kami terbentur oleh transportasi,” ungkap Kabid Kesra
Dinas Kesehatan Pangkep, Dr. Hj. Herlina, MM. “Dukungan masyarakat pulau sangat
kami harapkan”, keluhnya.
Pemerataan
Pelayanan
Sebenarnya apa yang diharapkan
masyarakat kepulauan tidaklah terlalu sulit untuk direalisasikan. Sebagaimana
diungkapkan Nasaruddin, masyarakat kepulauan hanya menginginkan pendidikan dan
kesehatan yang layak sebagaimana masyarakat lainnya. Itu hanya bisa
direalisasikan apabila pemerintah daerah dalam hal ini Bupati dan seluruh SKPD
yang ada serius. Sebagaimana diungkapkan Nasaruddin, “Kalau perlu sekolahkan
anak-anak muda kepulauan supaya setelah mereka pintar kembali ke pulaunya dan
mengembangkan pulau”, ungkapnya. Apatalagi anggaran pendidikan dan kesehatan
yang sebetulnya jelas tersedia baik dari pusat hingga pemerintah daerah, “hanya
tinggal dikelola dengan baik”, tambahnya.
Menurut Direktur Lembaga Advokasi dan Pendidikan
Anak Rakyat, Abd. Karim, sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menjadikan
masyarakat Pangkep sejahtera. Anggaran pendidikan dan kesehatan di Pangkep
hanya perlu di manag dengan baik.
untuk masyarakat di sekitar ibu kota pangkajene, khususnya sekitar
pertambangan, anggaran pendidikan dan kesehatan bisa dialoksasikan dari
kewajiban perusahaan atau corporate
sosial responsibility (CSR) yang juga telah di atur dalam undang-undang.
“Ini hanya perlu keseriusan pemda dan perangkat-perangkatnya, seberapa besar
pengaruh Pemda untuk menekan perusahaan agar mensejahterakan rakyat disekitar
tambang. Untuk anggaran pendidikan dan kesehatan yang telah ada, baik dari
pusat atau propinsi bisa dialokasikan untuk yang lain, misalnya untuk
masyarakat kepulauan”, ungkap Karim.
Menurut Jamal, tidak jarang persoalan
masyarakat kepulauan didialogkan dan diwacanakan ditingkat pengambil kebijakan
di Pangkep, apalagi dengan DPR. Hal tersebut diungkapkan Jamal saat Inclass
Gerakan Sosial di Makassar beberapa waktu yang lalu, “sudah sekian kali kami
dialog dan mencoba mewacanakan masalah-masalah yang ada di kepulauan, namun
tetap saja tidak ada tindak lanjut dan solusi dari pemerintah daerah”, cetusnya.
Pernah satu waktu Jamal dan
teman-teman yang juga berasal dari pulau berorasi di depan DPRD, namun aksi
tinggal aksi, dan dialog tidak juga menghasilkan realisasi tindakan nyata dari
pemerintah. Sehingga Jamal, Nasaruddin dan khususnya teman-teman dari kepulauan
seringkali mengisukan agar daerah kepulaun menjadi satu kabupaten tersendiri,
berpisah dengan Pangkajene. “Namun itu butuh proses panjang, karena melihat
kondisi yang ada, masyarakat kepulauan tentu saja belum siap”, aku Jamal. ###
No comments:
Post a Comment