“Di zaman
modern yang kian mengagungkan akal, dan di tengah-tengah program kesehatan
gratis yang digalakkan pemerintah, masyarakat Pulau Karanrang Kab. Pangkep lebih
memilih seorang dukun anak dibanding tenaga medis apabila sedang melahirkan.
Disamping karena kepercayaan akan mahluk gaib, ada juga soal pelayanan yang maksimal.”
Minimnya pelayanan kesehatan yang banyak
terjadi di daerah kepulauan tidak lantas membuat masyarakat tidak dapat hidup
sehat, atau melahirkan anak-anak mereka dengan lancar. Sebagaimana di pulau
Karanrang, terdapat banyak Sanro Pammana
yang justru dipercaya masyarakat untuk membantu proses melahirkan hingga perawatan
setelah melahirkan.
Sanro Pammana atau dukun beranak seperti dewa
penolong bagi masyarakat di pulau Karanrang. Sanrolah yang membantu ratusan ibu
melahirkan dan menyelamatkan bayi yang baru lahir di satu dari 115 lebih pulau
di Kab. Pangkep tersebut. Rohani, 25 Tahun, adalah satu dari Ibu di pulau
karanrang yang menggunakan jasa sanro saat melahirkan anak pertamanya.
Keberadaannya yang cukup banyak juga
mempermudah masyarakat untuk berinteraksi. Bahkan, masyarakat tidak perlu
repot-repot ke Pustu atau Puskesmas, cukup di rumah, Sanrolah yang datang ke
rumah-rumah ibu yang akan melahirkan. Selain itu, Sanro lebih lengkap, lengkap
dengan “Pattui-pattuina” (Doa),
ungkap Yuhar seorang Tokoh Pemuda dari Pulau Karanrang. "Soal melahirkan
masyarakat lebih memilih Sanro dibanding Bidan, bahkan perbandingannya bisa
mencapai 7 banding 3, Karena kebanyakan masyarakat masih percaya bahwa saat ada
yang melahirkan ada mahluk pemangsa bayi berkeliaran (parakang), dan hanya Sanro yang faham soal itu”, tambah Yuhar.
Hal lain yang mempengaruhi masyarakat sehingga
lebih memilih Sanro pammana adalah soal tariff, apabila dibantu seorang Bidan
yang dilakukan di rumah, satu kali melahirkan bisa sampai 500-700 ribu.
Sedangkan Sanro tidak memasang tariff, dia ihlas dengan pemberian seorang. Menurut
aktifis LSM Pangkep, Ibnu Hajar, hal tersebut wajar saja, “yang menyebabkan
masyarakat memilih dilayani di rumah dibanding ke puskesmas atau pustu yang ada
khususnya di pulau, adalah soal sarana dan prasarana yang kurang memadai”,
ungkap Ibnu yang juga alumni Sekolah Demokrasi Pangkep ini.
Seorang Sanro biasanya menerima upah sekitar 50-300
ribu per satu kali membantu ibu melahirkan. Namun begitu, Sanro juga melihat
kondisi ekonomi keluarga yang sedang dibantunya. Apabila keluarga yang sedang
dibantunya kekurangan secara ekonomi maka seorang Sanro pammana biasanya
menerima upah tidak sampai seratus ribu. “kalau yang dibantu kekurangan, kadang
juga 50 ribu”, Ungkap Batari salah seorang Sanro Pammana di Pulau Karanrang.
Namun begitu ada tarif khusus bagi anak pertama, mengingat kesulitan yang
dihadapi dibanding anak kedua dan seterusnya. “kalau anak pertama biasanya 250
atau 300 ribu, karena agak susah” tambah Batari.
Begitupun soal waktu, dalam satu kali membantu
orang melahirkan seorang Sanro pammana biasanya merawat bayi dan ibunya selama 7-13
hari. Dibagi untuk merawat Ibu dan bayi. Perawatan untuk ibu biasanya selama 3
hari, dan sang bayi sampai ritual “ assalama’
” atau turun mandi, berkisar antara 7-10 hari. Dalam rentan waktu itu, Sanro
memijat dan melihat perkembangan Ibu dan bayinya, bahkan tidak jarang seorang
Sanro pammana harus menginap di rumah orang yang dibantunya.
Menurut A Batari, seorang sanro pammana berangkat
dari keyakinan, kalau tidak yakin dia akan bilang pada orang bahwa dirinya
tidak bisa. Itulah yang menyebabkan seorang sanro biasanya menyarankan untuk
memanggil bidan apabila dirinya merasa tidak yakin (ragu-ragu) dapat membantu
pasien. “Semua Sanro pammana seharusnya seperti itu. Karena pada saat keyakinan
itu muncul maka dengan leluasa dia dapat membantu sang ibu melahirkan. Begitu
sebaliknya, bila tidak yakin ada saja yang terjadi.” Ungkap Batari.
Pernah satu ketika Andi Batari kebingungan
karena ari-ari sang bayi tidak ikut
keluar, tertinggal dalam perut sang Ibu. Sebenarnya A Batari sudah
memperingatkan Ibu tersebut untuk memanggil bidan, namun karena keterbatasan
ekonomi, orang tua yang sedang melahirkan tersebut tidak mau. Berangkat dari
situ, A Batari memasukkan tangannya kedalam perut sang Ibu melalui alat keluar
bayi untuk mengambil ari-ari tersebut. “Saya sudah peringatkan supaya panggil
bidan, karena kalau tidak, bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, namun karena
pasien tidak punya uang untuk bayar bidan atau rumah sakit, sehingga saya
beranikan diri untuk mengambil ari-ari itu, alhamdulillah berhasil”, Ungkap
Batari.
Sudah ratusan Ibu melahirkan yang dibantu A.
Batari, bahkan anak yang diselamatkannya sudah ada yang tamat SD, “sebulan bisa
2-5 Ibu melahirkan yang saya bantu”, Aku Batari. Namun begitu, perjalanan
menjadi seorang Sanro pammana tidaklah mulus. Awal-awalnya A Batari selalu di
tegur oleh Bidan. Di larang, bahkan kadang juga di marahi oleh Bidan. Namun
setelah A Batari membuktikan diri dapat membantu ibu melahirkan, Bidan-pun
tidak lagi marah, bahkan kini saling bekerja sama.
Pengetahuan seorang Sanro Pammana sebagaimana
A. Batari dimilikinya secara otodidak. Tidak ada pendidikan formal maupun
pelatihan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka seorang Sanro pammana juga
bekerjasama dengan Bidan. Sanro yang membantu proses persalinan, seorang bidan
biasanya hanya datang untuk memberikan suntikan obat pada Ibu, “kalau hanya
suntik dan obat biasanya masyarakat membayar sekitar 100-200 ribu, kalau
ditambah infuse, lain lagi biayanya” ungkap Yulianti, seorang Ibu di pulau
Karanrang yang juga dibantu oleh Sanro saat melahirkan anaknya.
Tidak jarang seorang sanro pammana harus ke
pulau lain karena diminta masyarakat pulau tersebut. Bahkan selain pernah
kepulau tetangga, A. Batari pernah dipanggil oleh keluarga yang juga salah satu
kepala Puskesmas di Kabupaten Maros untuk membantu disana, namun Batari lebih
memilih mengabdikan hidupnya di kampung halamannya di pulau Karanrang.
Seorang sanro juga akrab dengan ritual-ritual,
itulah yang memberi nilai lebih bagi seorang Sanro Pammana di mata masyarakat pulau
Karanrang. Bahkan, menurut A. Batari, ada bacaan-bacaan tertentu untuk membuat
ibu dan bayi bisa lebih tegar dan kuat. Ada juga bacaan untuk mengusir syetan.
Namun yang pasti dilakukan seorang Sanro pammana, adalah harus mencatat setiap
bayi yang dibantunya lahir, terutama nama, tanggal lahir dan nama kedua orang
tuanya. Data itu berfungsi untuk kebutuhan orang tua bayi sendiri bahkan juga
pemerintah setempat.
Andi Batari adalah satu dari Empat Sanro
Pammana yang sering diminta jasanya untuk membantu ibu yang sedang melahirkan di
Pulau Karanrang. Selain A. Batari ada juga Dg. Beda, Dg. Pa’ja, dan juga Dg. Rabi.
Namun begitu, sampai saat ini tidak satupun Sanro pammana yang pernah mendapat
santunan atau pengembangan SDM dari pemerintah daerah.
Alih-alih memberikan bantuan, banyak pihak
yang justru menyarankan agar masyarakat meninggalkan sanro pammana dan beralih
ke bidan, sebagaimana diutarakan Kabag Kesra Dinas Kesehatan Pangkep, Dr. Hj.
Herlina, M.Kes beberapa waktu yang lalu. “Tolong teman-teman bantu kami untuk
mendorong masyarakat agar meninggalkan dukun”, ungkap Herlina disela-sela
diskusi dengan Peserta Sekolah Demokrasi Pangkep beberapa waktu yang lalu. ###
luar biasa, sebentuk dedikasi atas kesaksian di daerah terpencil..muatan tulisan dengan pendekatan etnografis yang memungkinkan pelaku sejarah pinggir terakomodasi...catatan ini sangat berharga
ReplyDeleteThanks Daus AR,,, hehe, berlebihan deh..
ReplyDelete