Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Wednesday, September 1, 2010

Pesta Demokrasi dan Uang Receh

Menyoal Pemilukada Pangkep

Pemilukada Pangkep telah dihelat 23 Juni yang lalu dan menetapkan pasangan H. Syamsuddin A. Hamid, SE dan Abd. Rahman Assagaf (Sahabat) sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih periode 2010-2015. Pasangan tersebut mengalahkan lima pasangan lain yang turut serta dalam putaran pemilukada Pangkep 2010.
Ada yang menarik dari Pemilukada Pangkep, di saat daerah lain mengalami beberapa kekerasan karena pemilukada, Pangkep menjadi salah satu daerah yang dalam proses pemilukada sampai dengan penetapan pemenangnya, tidak mengalami kerusuhan.
Di sisi lain, riak-riak ketidakbecusan KPU dan isu money politik juga menyeruak dalam pemilukada Pangkep. Bahkan skalanya jauh lebih besar dibanding beberapa pemilukada yang telah terlaksana di Pangkep. Inilah yang menyebabkan hingga saat tulisan ini dibuat pasangan, “Tajam” telah menyerahkan berkas pelanggaran Pemilukada yang mereka temukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
KPU dan Panwas sendiri sebagai tergugat versi Tajam, telah menyatakan kesiapannya menghadapi tuntutan Tajam. Bahkan dengan sangat yakin KPU menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan semua aturan main yang telah ditetapkan.
Demikian juga pasangan calon Baso Amirullah dan A. Burhanuddin Kemal “Basmalah” yang menjadi salah satu kontestan pemilukada Pangkep 2010, yang juga menyerahkan kasusnya pada MK. Namun statement yang disebarkan oleh Baso Amirullah juga patut diapresiasi, “Terima kasih pada masyarakat yang telah memberikan pelajaran kasih sayang dan kejujuran”, begitu beberapa spanduk dan baliho yang tersebar di sudut-sudut kota Pangkep atas nama Baso Amirullah.
Pemilukada sendiri adalah salah satu dari hajatan demokrasi yang wajib dilaksanakan guna memilih calon Bupati dan Wakil Bupati. Pemilukada yang bersih, adil, jujur dan rahasia adalah cerminan dari terlaksanakannya demokratisasi di suatu daerah. Namun sebaliknya, bila yang terjadi adalah money politik dan pengebirian suara rakyat, menandakan bahwa demokrasi masih jalan di tempat.
Pelanggaran klasik berkaitan dengan masalah DPT juga masih terus mencuat di Pangkep. Dari beberapa sumber menyatakan bahwa banyak orang yang telah meninggal dan merantau masih tetap tercatat sebagai DPT, bahkan anak-anak di bawah umur yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih juga tercatat. Namun, tidak sedikit yang telah memiliki hak sebagai pemilih justru tidak mendapatkan undangan dari KPU.
Sebagai sebuah hajatan demokrasi yang tujuannya adalah menentukan nahkoda yang akan memimpin Pangkep dalam kurun waktu lima tahun mendatang, pemilukada selayaknya diikuti dan mendapatkan partisipasi dari setiap masyarakat yang ada di kabupaten Pangkep tanpa terkecuali. Namun, tidak jarang suara dan partisipasi masyarakat ternodai oleh tangan-tangan korup yang menawarkan kenikmatan sesaat. Sedangkan di sisi lain masyarakat sendiri mengalami krisis kepemimpinan. Dari sekian janji politik dan program yang ditawarkan oleh calon sebelum pemilukada terkadang tidak mengarah pada sasaran setelah calon tersebut terpilih. Akhirnya, masyarakat cenderung memilih untuk mengambil keuntungan “uang receh” tersebut, tanpa memerdulikan situasi dan kondisi setelah selesainya Pemilukada.
Dari sini terlihat betapa kurang maksimalnya peran Partai politik sebagai salah satu organ yang harus memberikan pendidikan politik pada masyarakat. Selain dari perilaku individu dan tim sukses yang banyak mencederai nilai-nilai demokrasi.
Pemilukada Pangkep adalah cerminan sebuah perhelatan demokrasi yang harus terus diperbaiki. Mengingat banyaknya issu pelanggaran dan pengebirian hak yang telah terjadi di Pangkep. Namun, pemilukada Pangkep juga harus diapresiasi positif karena dari sepuluh daerah di Sulsel yang melaksanakan Pemilukada, masyarakat Pangkep masih tetap menjunjung tinggi aturan main dan hukum yang berlaku dibanding melakukan tindakan anarkhis dan tidak bermartabat seperti yang telah terjadi di Toraja dan Soppeng. (Mujib)

No comments:

Post a Comment