Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Tuesday, December 14, 2010

Bissu; To Panrita yang di-“abaikan”

Acapkali budaya diabaikan dalam pengambilan kebijakan ditingkat pengambil kebijakan kita, baik di pusat maupun daerah. Budaya hanya menjadi hiasan bibir di masyarakat, bahkan hanya menjadi buah bibir para politikus yang hendak maju dalam pilkada untuk mendapatkan suara, atau menjadi senjata pemerintah untuk memperbaiki citranya di depan rakyatnya.
Ada yang menarik dari kunjungan peserta Sekolah Demokrasi Pangkep Angkatan Pertama di komunitas adat Bissu beberapa waktu yang lalu. Selain diberikan pesan-pesan tentang kondisi Pangkep oleh Puang Toa Bissu Saidi, peserta juga di minta untuk menanamkan nilai-nilai demokrasi khususnya ditingkat lokal Pangkep.
Bissu sendiri sebagai salah satu komunitas adat yang sejak zaman kerajaan eksis di Pangkep. Selain sebagai kelompok yang mempertahankan tradisi, Bissu juga turut serta menjaga sumber daya alam yang ada di Pangkep. Selain dengan memberikan pesan-pesan kehidupan untuk keberlangsungan hidup manusia di muka Bumi, Bissu juga mengajak seluruh umat manusia menanamkan budi pekerti yang luhur dan menjaga kebersamaan, salah satunya dengan ritual Mapalili, dimana masyarakat di ajak untuk menanam padi secara bersama-sama.
Namun, keberadaan Bissu bagi sebagian orang tidaklah dianggap positif. Mereka (komunitas Bissu) juga banyak diklaim sebagai golongan yang sesat, kafir, bahkan menyimpang. Kelompok seperti ini biasanya mengatasnamakan golongan agama tertentu dan membawa misi suci dari Tuhan untuk “meluruskan” orang-orang yang “menyimpang”, seperti orang-orang yang berada dalam satu komunitas adat seperti Bissu di Pangkep, komunitas Haji Bawakaraeng, Komunitas Kajang di Bulukumba.
Ada juga yang menganggap bahwa komunitas Bissu dan juga yang memperjuangkannya adalah keterbelakangan, sekaligus masa lalu. Sehingga perlu untuk dirubah dan tidak perlu untuk diikuti, atau bahkan didengar kata-katanya. Seperti yang dilakukan dalam munas PKS beberapa waktu lalu di Makassar. Setelah menampilkan pentas Lagaligo, yang dibawakan oleh komunitas Bissu (karena memang tidak ada yang dapat menampilkan pentas Lagaligo yang lengkap selain Bissu), pentas tersebut di cibir oleh MC sebagai masa lalu yang artinya harus ditinggalkan.
Selama ini komunitas Bissu paling gencar dalam mengkampanyekan pengelolaan sumber daya alam yang ramah dan menghormati mahluk hidup yang ada disekitarnya. selain itu, sudah selayaknya para TO Warani, atau pemerintah tidak mengabaikan petuah petuah yang diberikan oleh komunitas Bissu yang juga disebut sebagai To Panrita. Mengingat, hanya To Panritalah yang tidak terkontaminasi oleh uang, dan jabatan. Apa yang menjadi pesannya, adalah sebuah keharusan. Bukan sebaliknya, pemerintah lebih mendengarkan para pengusaha yang justru mengesploitasi alam, tanpa memperdulikan keberlangsungan hidup manusia yang ada disekitarnya.
Bissu adalah komunitas adat yang perlu untuk tetap di pertahankan dan di jaga eksistensinya. Mengingat hanya komunitas adatlah yang hingga saat ini masih bertahan untuk melindungi dan menjaga sumber daya alam dan menjaga keseimbangan hidup manusia. Sebagaimana yang dilakukan oleh komunitas adat Bissu di Pangkep. Mujib

No comments:

Post a Comment