Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

  1. Fadli Zon Sebut Persoalan PKI Telah Selesai
  2. Perbanyak Dialog, Pangkas Radikalisme
  3. Pejabat MA Memohon ke Hakim Agar Tak Dihukum Berat
  4. Rencana Penerapan "Full Day Shool" Dibatalkan
  5. Ahok Minta Sekolah Sediakan Makan Bila Full Day School Diterapkan
  6. Usulkan 'Full Day School', Ini Alasan Menteri Pendidikan
  7. Jimmly Ashiddiqie Sebut Alasan Ahok Ogah Cuti Tidak Kuat
  8. Polisi Tetapkan 5 Tersangka Terkait Peredaran Bihun Kekinian (Bikini)
  9. Menurunnya Indeks Demokrasi Indonesia Akibat Minimnya Pendidikan Politik
  10. Bawaslu: Cuti Petahana untuk Cegah Penyalahgunaan Fasilitas Negara
  11. Ingin Terlihat Lebih Menarik di Mata Pria?
  12. Ahok: UU Pilkada Sandra Petahana
  13. Mereka Tidak Lagi "Berambisi" Saat Tahapan Pilkada Dimulai
  14. 5 Pemimpin Negara ini Terkenal Korupsi
  15. Siapa Saja yang Tak Disarankan Maju dalam Pilkada DKI, Hasil Survei UI Menyebut Tiga Nama
  16. Prof. Nasaruddin Umar: Jihad itu Menghidupkan, Bukan Membunuh
  17. Gus Mus; Banyak Ustadz Hanya Bermodal Browsing Google Ceramah Kemana-mana
  18. Paus Fransiskus: Salah Jika Mengidentifikasikan Islam dengan Kekerasan
  19. Lindungi Buruh, Perjelas dan Perkuat Regulasi Buruh
  20. 4 Makanan Ini Diyakini Mampu Membuat Hidup Lebih Lama
  21. 9 Lembaga Pendidikan Di Indonesia Disebut-sebut Terkait Organisasi FETO
  22. Ini Alasan Ahok Pilih Jalur Partai Di Pilkada DKI
  23. Wow… Umur 10 Tahun Sudah Taklukkan Lima Gunung Tertinggi di Indonesia
  24. NU Berkepentingan Menjaga Kondisi Turki Tetap Aman
  25. GP Ansor Kutuk Keras Serangan Pada Perayaan Nasional di Prancis
  26. MAGNET PEMILU (1)
  27. "KEMBALI"
  28. Buang 5 Kebiasaan Buruk ini, Jika Anda Ingin Sukses
  29. 6 Makanan ini Dapat Menyuburkan dan Membantu Kehamilan
  30. Bangun Tidur! Hindari 5 Kebiasaan Buruk ini
  31. 15 Juli 2016, Perbaiki Arah Kiblat
  32. Sekolah Demokrasi Sulsel dan Pilkada 2015
  33. Mendorong Penguatan Parpol Melalui Sekolah Demokrasi Gowa
  34. MEREFLEKSI MEDIA DAN LEMBAGA SURVEI
  35. Melihat Potensi Mangguliling
  36. Siapa dan Bagaimana Melihat Mangguliling
  37. Kasus Intoleransi itu juga Terjadi di Pangkep
  38. Untuk Siapa Perda Kawasan Tanpa Rokok Kabupaten Pangkep?
  39. TONASA DAN PUTRA DAERAH
  40. Jalan Industri Vs Jalan Kampung
  41. Politik Uang dan Rancunya Aturan Pilkades
  42. REFLEKSI PILKADA DAN PILEG
  43. Taraweang, Bissu dan Tonasa
  44. DESENTRALISASI DAN LIBIDO POLITIK
  45. Partai Politik “Islam” dan Pemilu 2014
  46. LIBIDO DESENTRALISASI
  47. MENGAWAL DEMOKRASI SUBTANSIAL; Refleksi Tiga Tahun Sekolah Demokrasi Pangkep
  48. Krisis Air di Tengah Hamparan Hutan Lindung dan Karst
  49. Mappalili, Ritual yang Meminimalkan Hama Padi *
  50. PENYELEMAT ITU BERNAMA SANRO PAMMANA
  51. Privatisasi dan Keterbukaan Informasi Publik di Pangkep
  52. “Mahalnya” Program Pendidikan dan Kesehatan Gratis bagi Masyarakat Kepulauan
  53. Pulau Terluar Pangkep
  54. Hasan
  55. Kurang Pekanya Wakil Rakyat Terhadap Eksploitasi Sumber Daya Alam di Pangkep
  56. Wakil Rakyat dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Pangkep
  57. Rumadi, Pancasila sudah Final
  58. DEMOKRASI SEMU
  59. Demokrasi Dadakan
  60. Dimana CSR Perusahaan-perusahaan Tambang di Pangkep?
  61. Jalanan Berduri Demokrasi di Indonesia
  62. Talk sama pentingnya dengan Action
  63. Menimbang Kesejahteraan dari Kerusakan SDA di Pangkep
  64. Catatan dari Perjalanan ke Beberapa Pulau di Pangkep
  65. Berharap Kesejahteraan dari Kerusakan Sumber Daya Alam di Pangkep
  66. Sumber Daya Alam dan Bencana Industri
  67. Antara Kerja-kerja dan Fungsi Parpol
  68. Sisi Lain Pendaftaran Sekolah Demokrasi Pangkep Angk.II
  69. TKI dan Regulasi yang Tidak Memihak
  70. Berharap Ada Transparansi
  71. Banjir dan Solusinya???
  72. Pengamen Jalanan yang Memuliakan Malam *
  73. Bissu; To Panrita yang di-“abaikan”
  74. Menyoal Pengelolaan Sumber Daya Alam di Pangkep
  75. Kecapi; Budaya Masyarakat Sulsel yang Kurang Diperhatikan
  76. Memaknai “Berkah” RAMADHAN
  77. Pesta Demokrasi dan Uang Receh
  78. Pertarungan Simbol di Kota Serang
  79. Menyoal Demokrasi

Thursday, March 28, 2013

LIBIDO DESENTRALISASI

 
  Fakta bahwa desentralisasi memberikan perubahan bagi praktek demokrasi, khususnya di tingkat lokal nampaknya tak perlu diragukan. Desentralisasi memberikan keleluasaan bagi rakyat di daerah untuk memilih pemimpinnya sendiri. Desentralisasi juga memberikan keleluasaann bagi pemerintah daerah untuk membuat kebijakan demi mengembangkan daerahnya sendiri. Namun, bahwa desentralisasi membawa efek kejenuhan bagi rakyat di daerah juga menjadi kenyataan yang tak dapat dipungkiri.
  Kejenuhan itu bukan lantaran tidak dapat memilih pemimpin secara langsung di daerah. Atau karena porsi partisipasi politik yang dimiliki rakyat di daerah. Namun lebih pada aspek perubahan dari janji-janji politik, dari sekian banyak pemimpin yang telah mereka pilih secara langsung, yang tak kunjung jadi kenyataan.
  Idealnya, praktek desentralisasi memberikan banyak pendidikan politik bagi rakyat ditingkat lokal, karena porsi pemerintahan yang cukup besar dimiliki oleh pemerintah daerah otonom. Kesempatan yang tidak didapatkan di era orde baru. Dimana partisipasi politik rakyat bisa dikatakan sangat memprihatinkan (semua aspek kembali ke pusat, termasuk diantaranya pendapatan asli daerah (PAD), pendistribusiannya ditentukan oleh pemerintah pusat, yang terkadang tidak kembali ke daerah. Itulah kenapa kebijakan yang ditentukan pusat terkadang jauh dari apa yang diharapkan rakyat di daerah. Karena kebijakan diambil secara sepihak dan satu arah). Sehingga dapat dikataan, era reformasi adalah euforia karena terbebas dari kungkungan demokrasi satu arah tersebut.
  Setelah 32 tahun demokrasi berlangsung dengan tanpa kontrol. Keadilan dan kesejahteraan hanya berputar pada sekelompok orang yang dari awal telah memiliki bergening position massif secara politik. Maka di era reformasi perubahan ke arah perbaikan mulai menampakan diri, ditandai dengan perkembangan praktek berdemokrasi. Otonomi daerah (otoda) adalah salah satu dari buah reformasi tersebut. Pusat membagi kewenangannya dengan daerah. Bahkan setiap daerah otonom diberikan keleluasaan untuk mengelola anggarannya sendiri, tanpa campur tangan pusat.
  Disatu sisi desentralisasi memberikan pendidikan politik di masyarakat, karena partisipasi politik yang rakyat miliki semakin meningkat di era ini. bahkan sangat memungkinkan rakyat turut serta dalam menentukan baik buruknya daerah secara langsung.
  Desentralisasi juga dikenal sebagai pemisahaan kekuasaan antara pusat dan daerah. Kekuasaan daerah untuk mengembangkan daerahnya sendiri memiliki porsi yang cukup besar di era ini. Karena pusat membatasi kekuasaannya hanya dalam beberapa poin saja. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 Butir 7 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dipertegas pada Pasal 2 ayat 2 PP No.38 Tahun 2007, bahwa kekuasaan pemerintah pusat meliputi:
1.              Politik luar negeri
2.              Pertahanan
3.              Keamanan
4.              Yustisi
5.              Moneter dan fiskal nasional, dan
6.              Agama
  Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dijelaskan pada Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 32 tahun 2004 jo Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) PP No. 38 tahun 2007.
  Berdasarkan pasal 10 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004, pemerintahan daerah diberikan otonomi yang seluas luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan asas otonomi.
  Namun, tidak sedikit yang melihat perkembangan demokrasi lokal ini melampuai realitas yang dibayangkan para pemikir demokrasi sebelumnya. Bahwa desentralisasi menciptakan rakyat yang dengan sadar memilih pemimpinnya. Aktor-aktor politik yang menduduki jabatan politik adalah mereka yang sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.
  Realitas politik justru menunjukkan gejala lain. Rakyat terlena dengan sistem politik yang berlangsung di daerah. Pemimpin politik lebih banyak yang lupa akan tugas dan kewajibannya. Sedangkan saat menjelang pilkada mereka (calon-calon pemimpin) berjubel dan menghiba suara rakyat, dengan berbagai program yang mereka tawarkan untuk rakyat.
  Parahnya lagi, rakyat memilih terkadang lebih karena dorongan lain (uang atau barang), bukan atas kesadaran akan kebutuhan pemimpin yang dapat membawa perubahan positif. Sedangkan politik uang atau barang justru akan menjadikan rakyat berfikir pragmatis. Ada uang ada suara. Siapa yang memberikan lebih banyak kesanalah suara diberikan.
  Sistem politik yang berlaku menelorkan calon-calon pemimpin yang tidak layak. Mereka terpilih sebagai calon lebih karena memiliki ekonomi yang mapan. Bagaimana tidak, seorang calon setidaknya harus memiliki minimal uang ratusan juta rupiah untuk maju sebagai calon DPRD atau Bupati. Itupun kalau dia tidak melakukan manuver-manuver politik berlebihan. Bahkan rakyat tidak perlu faham keseharian dan karakter sang calon. Terkadang seseorang dikenal bukan lantaran perbuatan baik yang pernah dia lakukan, namun karena media selalu mengangkatnya, yang bisa jadi hanya pencitraan belaka.
  Maka dapat dikatakan, desentralisasi dengan realitasnya justru meninakbobokkan kesadaran (rasionalitas) akan makna ideal demokrasi itu sendiri. Slogan dari rakyat untuk rakyat hanya berlaku pada tataran nilai. Dalam prakteknya, demokrasi, khususnya di daerah (kembali) hanya dimonopoli sekelompok orang yang memiliki bergening position yang mapan secara politis. Sehingga yang menjadi mainstrem di era desentralisasi saat ini adalah orang tidak lagi memilih pemimpinnya karena kebutuhan akan pemimpin yang mampu membawa kesejahteraan, pemimpin yang hadir karena diminta oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Namun, karena hasrat atau “libido” akan kebutuhan lain seperti uang dan barang yang dapat langsung dirasakan. Karena hasrat akan kebutuhan ideal yang dibayangkan demokrasi telah pupus seiring realitas yang terjadi hari ini.

No comments:

Post a Comment