Jalan
ini hampir saban hari penulis lewati terutama sejak tahun 2010 yang lalu.
Setiap hari pula penulis berpapasan dengan mobil-mobil perusahaan tambang, dari
perusahaan tambang semen, marmer dan juga sirtu.
Jalan
ini memotong jalan poros yang menghubungkan kota Makassar dengan daerah-daerah lain
di pulau Sulawesi. Tepatnya di Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Menurut
warga setempat, sekitar 30 tahun yang lalu jalan ini tidak jauh berbeda dengan
jalan kampung-kampung lainnya, tidak beraspal dan tidak berbeton, bahkan
lebarnyapun tidak seperti sekarang yang mencapai 6 sampai 7 meter. Namun sejak
Tonasa melebarkan sayapnya dari Tonasa I ke Tonasa II kampung ini pun mendadak
jadi “kota baru” di Pangkep. Kendaraan roda dua, empat, hingga 18 hampir saban
hari melewati jalan ini dengan jumlah yang tidak sedikit.
“Dulu
ini jalan kecil hanya ada tanah dan batu-batu kecil di atasnya. Sejak tonasa
masuk dan menambang disini jalan ini selalu bagus dan semakin lebar.” Ungkap Aty
/ 50 tahun, warga kampung sapanang.
Setiap hari pekerja dari puluhan perusahaan tambang lalu lalang melewati jalan ini. demikian halnya dengan mobil-mobil pengangkut material dan hasil tambang, sangat akrab dijumpai bila kita berada di sekitar jalan ini. Selain mobil dan pekerja tambang, jalan ini juga merupakan akses utama masyarakat sekitar tonasa II, masyarakat dari beberapa kampung di Desa Mangilu, Kecamatan Bungoro, Kecamatan Labakkang, Kecamatan Tondong Tallasa, hingga masyarakat Desa Tompo Bulu, Kecamatan Balocci.
Setiap hari pekerja dari puluhan perusahaan tambang lalu lalang melewati jalan ini. demikian halnya dengan mobil-mobil pengangkut material dan hasil tambang, sangat akrab dijumpai bila kita berada di sekitar jalan ini. Selain mobil dan pekerja tambang, jalan ini juga merupakan akses utama masyarakat sekitar tonasa II, masyarakat dari beberapa kampung di Desa Mangilu, Kecamatan Bungoro, Kecamatan Labakkang, Kecamatan Tondong Tallasa, hingga masyarakat Desa Tompo Bulu, Kecamatan Balocci.
Jalan yang menghubungkan tonasa II
dengan kota Bungoro ini memiliki kualitas yang tinggi, setiap kali ada
kerusakan akan langsung diperbaiki. Karena jalan ini juga menghubungkan Tonasa
II dengan dermaga Biringkassi, dermaga utama yang digunakan oleh Tonasa untuk
mengirim hasil produksi atau mendatangkan material-material perusahaan.
Selain menjadi jalan utama tonasa,
jalan ini juga akses menuju ke banyak perusahaan-perusahaan tambang lain yang
ada di Pangkep. Seperti perusahaan-perusahaan marmer dan sirtu yang ada di kecamatan
Labakkang, Kecamatan Bungoro dan juga Kecamatan Tondong Tallasa.
Jalan utama tonasa ini boleh jadi
berkualitas tinggi, namun tidak begitu bagi jalan utama masyarakat kampung sela,
Desa Mangilu, lokasinya yang dekat dengan tambang tonasa tidak membuat jalan
ini berkualitas tinggi. Bila hujan tiba jalan ini seperti lumpur sawah yang
sulit dilewati, namun bila musim kemarau debunya bertebaran dan menutupi jarak
pandang orang yang melewatinya, sehingga tak jarang terjadi kecelakaan di jalan
ini.
Ironisnya, sudah seringkali masyarakat di
kampung ini melakukan aksi tutup jalan menuntut perbaikan. Aksi tersebut tak
lain ditujukan pada tonasa maupun pemerintah daerah, namun hingga hari ini tak
kunjung ada kejelasan. Sedangkan mobil-mobil pengangkut tanah silika sebagai
bahan dasar pembuatan semen dan juga mobil-mobil perusahaan marmer setiap hari
melewati jalan ini.
Seperti yang dilakukan warga kampung
Sela bulan Mei tahun 2013 masyarakat beramai-ramai memblokir jalan. Aksi
pemblokiran jalan ini dilakukan selama dua hari. Warga yang terdiri dari pemuda
dan orang tua beramai-ramai mengangkat pos yang selama ini digunakan untuk
menjaga keamanan, selanjutnya diletakkan di tengah jalan. Tak ayal, puluhan
truk yang sehari-harinya melewati jalan ini tertahan hingga satu kilo meter.
Aksi
seperti ini tak jarang dilakukan, namun sesering itupula tak mendapatkan respon
positif dari perusahaan-perusahaan privat yang “berjubel” di Desa Mangilu.
Bahkan, sawah dan lahan warga yang terkena pencemaran dari reruntuhan material
akibat tambang Tonasa yang nota bene perusahaan BUMN, tak juga diperhatikan.
Bahkan tak sedikit warga yang memindahkan rumah mereka hanya untuk menghindari
pencemaran yang terjadi akibat aktivitas tambang tonasa tersebut.
Ditemui di
lokasi pemblokiran jalan, Kepala Dusun Sela, H. Taha mengatakan, bahwa penutupan
jalan ini dilakukan untuk mendesak kepada penambang untuk melakukan perbaikan
jalan. “Di jalan ini sering terjadi kecelakaan, hal tersebut terjadi karena
jalan rusak parah, karena kendaraan tambang yang melewati jalan ini bertonase
sampai 32 ton, sedangkan jalan desa ini hanya berkapasitas delapan ton. Panjangnya
pun tidak seperti jalan depan kantor Tonasa menuju Dermaga Kassi Kebo, hanya
lima kilo meter” ungkap H. Taha.
Daerah
industri tidak selamanya mencerminkan pengelolaan infrastruktur yang baik.
Beberapa lokasi biasanya luput dari sentuhan investor dan pengambil kebijakan.
Bahkan hal-hal mendasar yang dibutuhkan rakyat sekitar tambang pun nyaris tak
tersentuh. Daerah seperti kampung Sela, Desa Mangilu adalah contohnya. Terdapat
perusahaan tambang BUMN dan puluhan perusahaan privat marmer, silika dan sirtu
yang berlokasi di Mangilu, namun hingga hari ini jaminan kesejahteraan bagi
masyarakat desa Mangilu bisa dikatakan jauh panggang dari api.
“Kita hanya
minta perbaikan, kalau jalan ini baik, itu bukan hanya untuk warga tapi juga
untuk para penambang. Kita minta minimal penimbunan dulu. Kita sudah pernah ke
DPRD dan dipertemukan dengan Dinas PU (Pekerjaan Umum) dan dinas Pertambangan
Pangkep, tapi disana kita cuma mendapatkan janji, warga kampung sudah bosan
dengan janji. Kalau mau memperbaiki jangan tunggu jalan ini kami blokir
permanen,” terang H. Taha.
No comments:
Post a Comment