Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Sunday, December 29, 2013

Jalan Industri Vs Jalan Kampung

Jalan ini hampir saban hari penulis lewati terutama sejak tahun 2010 yang lalu. Setiap hari pula penulis berpapasan dengan mobil-mobil perusahaan tambang, dari perusahaan tambang semen, marmer dan juga sirtu.
Jalan ini memotong jalan poros yang menghubungkan kota Makassar dengan daerah-daerah lain di pulau Sulawesi. Tepatnya di Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Menurut warga setempat, sekitar 30 tahun yang lalu jalan ini tidak jauh berbeda dengan jalan kampung-kampung lainnya, tidak beraspal dan tidak berbeton, bahkan lebarnyapun tidak seperti sekarang yang mencapai 6 sampai 7 meter. Namun sejak Tonasa melebarkan sayapnya dari Tonasa I ke Tonasa II kampung ini pun mendadak jadi “kota baru” di Pangkep. Kendaraan roda dua, empat, hingga 18 hampir saban hari melewati jalan ini dengan jumlah yang tidak sedikit.
“Dulu ini jalan kecil hanya ada tanah dan batu-batu kecil di atasnya. Sejak tonasa masuk dan menambang disini jalan ini selalu bagus dan semakin lebar.” Ungkap Aty / 50 tahun, warga kampung sapanang.
Setiap hari pekerja dari puluhan perusahaan tambang lalu lalang melewati jalan ini. demikian halnya dengan mobil-mobil pengangkut material dan hasil tambang, sangat akrab dijumpai bila kita berada di sekitar jalan ini. Selain mobil dan pekerja tambang, jalan ini juga merupakan akses utama masyarakat sekitar tonasa II, masyarakat dari beberapa kampung di Desa Mangilu, Kecamatan Bungoro, Kecamatan Labakkang, Kecamatan Tondong Tallasa, hingga masyarakat Desa Tompo Bulu, Kecamatan Balocci.
Jalan yang menghubungkan tonasa II dengan kota Bungoro ini memiliki kualitas yang tinggi, setiap kali ada kerusakan akan langsung diperbaiki. Karena jalan ini juga menghubungkan Tonasa II dengan dermaga Biringkassi, dermaga utama yang digunakan oleh Tonasa untuk mengirim hasil produksi atau mendatangkan material-material perusahaan.
Selain menjadi jalan utama tonasa, jalan ini juga akses menuju ke banyak perusahaan-perusahaan tambang lain yang ada di Pangkep. Seperti perusahaan-perusahaan marmer dan sirtu yang ada di kecamatan Labakkang, Kecamatan Bungoro dan juga Kecamatan Tondong Tallasa.
Jalan utama tonasa ini boleh jadi berkualitas tinggi, namun tidak begitu bagi jalan utama masyarakat kampung sela, Desa Mangilu, lokasinya yang dekat dengan tambang tonasa tidak membuat jalan ini berkualitas tinggi. Bila hujan tiba jalan ini seperti lumpur sawah yang sulit dilewati, namun bila musim kemarau debunya bertebaran dan menutupi jarak pandang orang yang melewatinya, sehingga tak jarang terjadi kecelakaan di jalan ini.
Ironisnya, sudah seringkali masyarakat di kampung ini melakukan aksi tutup jalan menuntut perbaikan. Aksi tersebut tak lain ditujukan pada tonasa maupun pemerintah daerah, namun hingga hari ini tak kunjung ada kejelasan. Sedangkan mobil-mobil pengangkut tanah silika sebagai bahan dasar pembuatan semen dan juga mobil-mobil perusahaan marmer setiap hari melewati jalan ini.
Seperti yang dilakukan warga kampung Sela bulan Mei tahun 2013 masyarakat beramai-ramai memblokir jalan. Aksi pemblokiran jalan ini dilakukan selama dua hari. Warga yang terdiri dari pemuda dan orang tua beramai-ramai mengangkat pos yang selama ini digunakan untuk menjaga keamanan, selanjutnya diletakkan di tengah jalan. Tak ayal, puluhan truk yang sehari-harinya melewati jalan ini tertahan hingga satu kilo meter.
Aksi seperti ini tak jarang dilakukan, namun sesering itupula tak mendapatkan respon positif dari perusahaan-perusahaan privat yang “berjubel” di Desa Mangilu. Bahkan, sawah dan lahan warga yang terkena pencemaran dari reruntuhan material akibat tambang Tonasa yang nota bene perusahaan BUMN, tak juga diperhatikan. Bahkan tak sedikit warga yang memindahkan rumah mereka hanya untuk menghindari pencemaran yang terjadi akibat aktivitas tambang tonasa tersebut.
Ditemui di lokasi pemblokiran jalan, Kepala Dusun Sela, H. Taha mengatakan, bahwa penutupan jalan ini dilakukan untuk mendesak kepada penambang untuk melakukan perbaikan jalan. “Di jalan ini sering terjadi kecelakaan, hal tersebut terjadi karena jalan rusak parah, karena kendaraan tambang yang melewati jalan ini bertonase sampai 32 ton, sedangkan jalan desa ini hanya berkapasitas delapan ton. Panjangnya pun tidak seperti jalan depan kantor Tonasa menuju Dermaga Kassi Kebo, hanya lima kilo meter” ungkap H. Taha.
Daerah industri tidak selamanya mencerminkan pengelolaan infrastruktur yang baik. Beberapa lokasi biasanya luput dari sentuhan investor dan pengambil kebijakan. Bahkan hal-hal mendasar yang dibutuhkan rakyat sekitar tambang pun nyaris tak tersentuh. Daerah seperti kampung Sela, Desa Mangilu adalah contohnya. Terdapat perusahaan tambang BUMN dan puluhan perusahaan privat marmer, silika dan sirtu yang berlokasi di Mangilu, namun hingga hari ini jaminan kesejahteraan bagi masyarakat desa Mangilu bisa dikatakan jauh panggang dari api.
“Kita hanya minta perbaikan, kalau jalan ini baik, itu bukan hanya untuk warga tapi juga untuk para penambang. Kita minta minimal penimbunan dulu. Kita sudah pernah ke DPRD dan dipertemukan dengan Dinas PU (Pekerjaan Umum) dan dinas Pertambangan Pangkep, tapi disana kita cuma mendapatkan janji, warga kampung sudah bosan dengan janji. Kalau mau memperbaiki jangan tunggu jalan ini kami blokir permanen,” terang H. Taha. 

No comments:

Post a Comment