Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Friday, July 15, 2016

MAGNET PEMILU (1)




Selalu menarik, mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan panggung pemilu yang sedianya digunakan sebagai momentum memilih Bupati, Gubernur, Presiden dan juga DPR. Betapa tidak, banyak sekali perangkat pemilu yang selalu menyita perhatian kita. Mulai dari aturan, calon, kendaraan, penyelenggara, tim sukses dan masyarakat (pemilih), yang dari pemilu ke pemilu menunjukkan fenomena yang selalu berubah, namun dapat dikatakan perubahan tersebut berada pada ruang yang sama.
Perjuangan berat kita hari ini bukan lagi mengajak masyarakat untuk melek pemilu. Bukan lagi soal mengajak masyarakat datang ke bilik suara. Hampir setiap masyarakat hari ini tau persis apa itu pemilu, dan kapan waktu datang ke bilik suara, tentu diluar dari masyarakat yang masuk dalam kategori pemiih pemula. Namun yang ingin saya katakan, masih rendahnya angka partisipasi pemilih dari pemilu ke pemilu bukan an sich persoalan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya, namun juga karena factor lain, termasuk calon, partai politik dan juga peraturan yang melingkupi, yang dari pemilu ke pemilu selalu berubah. 
Dari pengalaman KPU yang sudah bertahun-tahun menggeluti partisipasi pemilih, mereka sebetulnya tidak terlalu terbabani untuk mengenalkan masyarakat tentang pemilu, apalagi hari ini banyak tim sukses yang siap sedia menjemput, menghadirkan calon pemilih pada suatu lokasi yang disebut kampanye. Kampanye hari ini tidak hanya kampanye akbar dilokasi strategis dengan bendera, spanduk dan baliho. Hari ini calon diberikan keleluasaan untuk datang ke rumah penduduk, menemui kelompok dan komunitas, dengan jumlah yang terbatas. Terlebih lagi mobilisasi pemilih pun dalam UU yang kita gunakan hari ini bukan suatu yang haram. Maka dapat dikatakan bukan sebuah persoalan yang krusial bagi KPU untuk mensosialisasikan pemilih untuk datang ke TPS. Terlebih lagi, dari pandangan penulis, yang dapat mendongkrak partisipasi pemilih adalah juga calon sendiri.
Yang jadi persoalan sebenarnya adalah perjuangan untuk mengikis dan meniadakan politik uang. Semangat boleh sama, tapi perlakuan berbeda. Itulah kira-kira yang membedakan kelompok yang berada  di luar gedung DPR dan yang ada di dalam gedung DPR hari ini. Singkatnya, revisi UU Pilkada yang belum lama ini diketuk palu melegalkan uang transport dan makan minum sebagai bagian dari cos politik. Dari siaran TV beberapa waktu lalu, Lukman Edy yang juga wakil ketua komisi II DPR RI mengatakan, hal ini sebenarnya juga harus dimaknai sebagai bagian dari semangat memerangi politik uang, disinilah perlu kriteria dan batasan uang makan minum dan transport tersebut di atur oleh PKPU dan Perbawaslu, katanya di layar Metro TV. Ironisnya, KPU sendiri tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan perubahan UU No.15 tahun 2015 ini. Maka menjadi wajar, bila Jimli Assidiqi, yang juga ketua Badan Kehormatan Penyelenggara Pemilu mengatakan, bahwa UU ini terkesan terburu-buru diketuk palu.
Semangat menumpas politik uang rasanya tidak menjadi bagian integral bagi anggota dewan kita. Sayangnya, mau tidak mau aturan yang mereka keluarkanlah yang harus dipedomani. Pasal 73 UU No.8 tahun 2015 yang dalam pemilu kemarin menuai banyak sorotan, akhirnya dirubah. Pun demikian perubahannya tidak serta merta memuaskan banyak pihak. Beberapa pasalnya masih menyisakan samaritas, seperti persoalan uang makan minum dan transport tersebut yang kriterianya akan dituangkan dalam peraturan KPU ataupun Perbawaslu.
Tentu saja saya lebih tertarik dengan pernyataan Direktur Perludem di depan Lukman Edy pada acara yang di tayangkan Televisi beberapa waktu yang lalu itu. Titi Anggraeni mengatakan, bahwa hal ini menunjukkan samangat anggota dewan kita untuk tetap melegalkan dan memberikan kelonggaran terhadap praktik politik uang dalam pemilu masih saja ada dalam tanda kutip. Bila semangat tersebut sama, dan keinginan untuk adanya pemilu yang bebas dari politik uang, tak usahlah ada legalitas yang diberikan undang-undang. Karena menurutnya, akan sangat sulit mengukur besaran uang transport dan uang makan minum saat kampanye berlangsung, terlebih daerah dan perilaku masyarakat kita yang berbeda-beda, walaupun hal tersebut mungkin akan di atur dalam PKPU maupun Perbawaslu.
Disatu sisi apresiasi yang besar terkait adanya ketentuan pidana terhadap praktek money politik dalam UU revisi ini. Sehingga pelanggaran terhadap money politik tidak lagi mandeg dan menjadi sorotan sebagaimana pemilu sebelumnya (bagaimana tidak mandeg, pasal larangannya ada, namun aturan sanksinya tidak ada).
Seyogianya aturan tegak lurus, aplikatif dan mengikat, tidak dapat dikikis oleh apapun dan siapapun. Namun begitu dalam menegakkan aturan tersebutlah persoalan sebenarnya. Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu; didalamnya ada unsur Bawaslu/Panwas, Kepolisian dan Kejaksaan) yang oleh banyak kalangan juga selalu dipertanyakan keberadaannya, namun disatu sisi memberikan prinsip kebersamaan juga kehati-hatian untuk menerjemahkan dan menjelaskan persoalan pidana yang ada saat momentum pemilu.

No comments:

Post a Comment