Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Saturday, September 3, 2011

Menimbang Kesejahteraan dari Kerusakan SDA di Pangkep

Investasi berimplikasi pada industrialisasi. Industrialisasi memungkinkan semua aspek dikelola dan di eksploitasi, tak terkecuali industrialisasi dalam bidang sumber daya alam. Disamping sebagai ukuran berkembangnya suatu daerah, Industrialisasi juga terkadang menjadi cara pemerintah untuk mengurangi pengangguran.
Disatu sisi, industrialisasi sumber daya alam yang timpang hanya akan membawa bencana berkepanjangan. Salah satu contohnya adalah kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Walaupun terakhir kasus tersebut diklaim sebagai bencana alam yang penanggulangannya dikembalikan pada pemerintah pusat.
Bedanya dengan luar negeri, AS misalnya, aturan demi aturan dikeluarkan pemerintah untuk mengekang dan membatasi perusahaan dalam eksploitasi sumber daya alam mereka, diantaranya memberikan tanggung jawab sepenuhnya pada perusahaan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Bahkan perusahaan yang sedang mengeskplorasi sumber daya alam dibebankan berbagai kewajiban untuk mereboisasi bekas lahan tambang, menciptakan iklim yang sehat, dan menanggung semua pencemaran yang terjadi akibat kelalaian perusahaan.
Kondisi tersebut sangat berbeda dengan yang terjadi di negeri kita Indonesia. Jangankan aturan untuk menciptakan suasana aman bagi eksplorasi sumber daya alam, di banyak daerah kepekaan pengambil kebijakan terhadap pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang baik tidak menjadi kebutuhan. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya perhatian dari pemerintah pusat untuk mendorong pengelolaan sumber daya alam yang demokratis pada daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah sebagaimana Pangkep.
Kabupaten Pangkep
Pangkep adalah salah satu daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah di Sulsel. Konsep pembangunan daerah memungkin investor masuk dan menguasai sebagian dari sumberd daya alam tersebut. Masuknya perusahaan-perusahaan tambang dj Pangkep akibat kesempatan yang lebar yang diberikan pemerintah setempan. Tak ayal, perusahaan-perusahaan tambang tumbuh dan berkembang dengan sangat pesat, dengan rakusnya mengambil kekayaan masyarakat Pangkep mulai dari tanah, batu, marmer dan masih banyak yang lain. Tanpa pengembalian yang jelas kepada pemilik atau penghuni lokasi tambang yang sejak dulu menempati lokasi tersebut. Justru pencemaran dan kerusakan akibat tambanglah yang mereka dapatkan.
Perusahaan-perusahaan tersebut ada yang legal ada yang ilegal. Bahkan menurut Ismail, salah seorang peserta Sekolah Demokrasi Pangkep Angkatan Kedua, sebagiannya adalah perusahaan siluman, menambang di alamnya Pangkep, namun perusahaannya ada di Kab. Maros.
Peran Dinas Pertambangan dan Badan Lingkungan Hidup Kab. Pangkep pun semakin dipertanyakan. Pasalnya, banyak perusahaan yang lolos dari aturan yang telah dibuat untuk mengekang perusahaan tambang baik yang akan menambang maupun perusahaan yang telah beroperasi.
Kalau memang telah dilakukan survei lokasi dan kajian strategis terhadap lokasi yang akan ditambang, kenyataannya masih banyak kawasan karst yang seharusnya dilindungi justru menjadi areal tambang. Belum lagi lokasi tambang yang sangat dekat dengan kawasan padat penduduk sebagaimana di Mangilu. Sebagian besar penduduknya telah memindahkan rumahnya, karena pencemaran dari aktifitas tambang disekitar rumah mereka.
Hasil survei yang dilakukan oleh beberapa pengurus KKDP (Komite Komunitas Demokrasi Pangkep) sungguh memilukan, terutama di daerah Mangilu. Bahkan data tersebut menurut pengurus KKDP akan menjadi acuan untuk terus mengawal pengelolaan sumber daya alam di Pangkep. Saat beberapa pengurus KKDP  mengkonfirmasikan ke Dinas Pertambangan tentang bukti-bukti kerusakan dan pencemaran yang terjadi di Mangilu, Dinas Pertambangan mengaku tidak mengetahui kondisi tersebut, sedangkan masyarakat telah merasakan dampak pencemarannya sejak lama.
Ini adalah satu bukti dimana pengelolan sumber daya alam di Pangkep kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Alih-alih mendorong daerah menjadi kawasan industri, justru mengorbankan masyarakatnya sendiri. Sampai hari ini di Mangilu hanya tinggal tiga rumah yang bertahan dari pencemaran tambang, sebagian besar dari mereka telah memindahkan rumahnya ke tempat yang jauh dari areal tersebut dan sebagiannya menjual tanah mereka dengan harga yang sangat murah, 12.000 per truknya. “Karena ditempatipun sudah sangat tidak layak,” ungkap beberapa warga yang ditemui pengurus KKDP beberapa waktu lalu.
Ada indikasi bahwa beberapa dari pemilik perusahaan tambang tersebut adalah pengambil kebijakan di Pangkep. Sehingga sebagian dari pengurus KKDP juga pesimis terhadap perubahan di Pangkep, khususnya berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam yang demokratis. Ungkap Adi (pengurus KKDP)
Pangkep sendiri adalah daerah yang memiliki sumber daya alam terluas di Sulsel. Bahkan menurut A. Benny, Anggota Komisi III DPRD Kab. Pangkep, luasnya mencapai 10 kali luas kabupaten lain yang ada di Sulsel. Hal tersebut terjadi karena Pangkep mewakili tiga dimensi sumber daya alam sekaligus, yaitu darat, gunung dan laut/pesisir.
Pangkep membutuhkan kebijakan yang strategis untuk pengelolaan sumber daya alamnya. Bahkan masyarakat pesisir hingga hari ini masih terkesan “dianak tirikan”. Bagaimana tidak, pemerintah tidak juga memberikan alternatif bagi keberlangsungan hidup mereka, mengingat akses masyarakat pesisir terhadap satu-satunya sumber kehidupan mereka yaitu dari hasil melaut, yang semakin hari semakin berkurang.
Ironisnya, Pemda kurang respek terhadap kondisi tersebut. Bahkan, saat peserta Sekolah Demokrasi Pangkep Angkatan Kedua berdialog dengan Pemda beberapa waktu lalu, terkesan Pemda membiarkan kondisi ini berlarut-larut. Namun begitu, Pemerintah daerah sedang dalam rancangan mendirikan sekolah kelautan di salah satu kepulauan di Pangkep. Ungkap Wakil Bupati waktu itu.
Kerusakan sumber daya laut di Pangkep semakin diperparah dengan cara-cara menangkap ikan yang tidak diperbolehkan. Misalnya dengan menggunakan bom, jaring trawl dan pukat harimau. Cara menangkap ikan dengan menggunakan bom, jaring trawl dan pukat harimau sesungguhnya merugikan nelayan, selain karena mengancam ekosistem laut juga banyak kasus bom yang menyebabkan seseorang kehilangan anggota tubuhnya.
Namun, menurut beberapa warga yang kami temui, apa yang mereka lakukan tidak melanggar aturan, selain itu mereka juga harus bertahan dari semakin berkurangnya sumber daya laut. Karena, menggunakan bom saja hanya mendapatkan beberapa ikan, apalagi kalau hanya mengandalkan jaring biasa.
Lebih lanjut mereka juga mengatakan, bahwa bom yang mereka gunakan untuk  menangkap  tidak merusak karang, karena jarak antara dasar laut dengan ledakan bom telah diukur ke dalamannya, sehingga tidak sampai merusak karang. Bagi para nelayan yang menggunakan bom dalam menangkap ikan, justru yang merusak ekosistem laut adalah jaring pukat dan trawl, karena karang-karang di dasar laut ikut habis terbawa jaring.
Menimbang Solusi
Problem kerusakan dan pencemaran sumber daya alam selalu menjadi wacana menarik di Pangkep. Bahkan menurut Andi Beny, dengan tegas Beliau mengatakan bahwa siapapun Bupatinya, tidak akan mampu mensejahterakan masyarakat Pangkep kalau kondisinya masih masih tetap sama.
Namun begitu Benny juga memberikan alternatif untuk menjadikan Pangkep lebih baik, walaupun hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang. Pemekaran, menambah subsidi dari pusat, atau memberikan beberapa kawasan yang saat ini masuk dalam kawasan Pangkep kepada propinsi atau kabupaten lain, khususnya daerah kepulauan yang justru akses ke propinsi lain lebih dekat dibanding ke kota Pangkep, seperti pulau Kalmas dan pulau Tangaya.
Pulau Kalmas yang lebih dekat aksesnya dengan Kaltim, berikan saja pada Kaltim, begitu juga pulau Tangaya yang lebih dekat ke NTT, diberikan pada NTT untuk mengelolanya. Atau, daerah kepulauan menjadi satu kabupaten yang berdiri sendiri. Ungkap Andi Bunyamin yang akrab disapa A Benny ini.
Bahkan Benny juga menambahkan, bahwa kenapa masyarakat Pangkep masuk dalam kategori tidak sejahtera hingga hari ini, karena luasnya daerah kekuasaan Pangkep yang kemudian memperparah rendahnya IPM Pangkep, bahkan Pangkep masuk sebagai daerah termiskin ketiga di Sulsel.
Namun begitu penulis juga percaya, bahwa perubahan tidak dibangun di atas perjuangan yang singkat. Kemajuan suatu daerah juga ditentukan oleh komitmen setiap stake holder yang ada di daerah tersebut, terutama pemegang kekuasaan yang ada di Pangkep hari ini. Namun, karakter setiap daerah juga berbeda-beda, sehingga model perubahan sosial yang perlu di dorong tentu juga sangat kontekstual.
Solusi yang diberikan salah seorang anggota dewan di Pangkep tersebut bisa menjadi alternatif. Namun, komitmen pemerintah daerah untuk memajukan daerahnya melampuai dari berbagai teori apapun tentang kemajuan.
Sebaliknya, apabila pemerintah tidak komitmen untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya, kongkalikong dengan pengusaha, mengekang sebagian dan memberikan kelonggaran sebagian yang lain untuk menghabisi alam Pangkep, tanpa pengembalian yang jelas terhadap kesejahteraan rakyat dari akibat kerusakan yang ditimbulkan, atau membuat kebijakan yang tidak demokratis, bahkan sampai memperjual belikan keadilan, tentu Pangkep tidak akan beranjak dari keterpurukannya. Bahkan, walaupun Pangkep dipecah menjadi Empat sekalipun.

No comments:

Post a Comment