Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Friday, July 15, 2016

"KEMBALI"


Tesis tentang kembali lebih banyak pada kasus dan persoalan yang penuh misteri. Tidak ada yang tau apa yang terjadi setelah kita kembali. Apa benar yang kita rencanakan terjadi sesuai persis ketika kita kembali. Bisa jadi, kenyataan berbanding terbalik dengan apa yang telah kita angan-angankan sesampainya kita kembali.
     Indahnya kembali. Ketika raga dalam waktu yang cukup lama pergi meninggalkan orang terkasih, di balut rindu yang menggebu, kembali merupakan satu kata yang sangat indah dan dinanti. Nikmatnya kembali. Ketika istri menunggu di rumah, dengan makanan kesukaan kita untuk disantap, si kecil menanti kita untuk bersenda gurau, kopi spesial pun menanti di atas meja. Pada situasi dimana hal semacam ini terjadi persis seperti yang diinginkan, kembali menunjuk pada situasi yang menguntukan.
      Namun, tidak serta merta kembali itu menguntungkan, indah dan juga nikmat. Tidak bagi Yuyun, gadis kelas dua SMP di Bengkulu, yang bermaksud kembali ke rumah sepulang dari sekolah. Yuyun ditemukan beberapa hari setelahnya dalam keadaan tidak bernyawa. Tangan Yuyun terikat dan baju sekolah yang dikenakan Yuyun pun hampir semua lepas. Dari informasi awak media, di tengah jalan pulang, saat Yuyun hendak kembali ke rumahnya, dia di gagahi oleh 14 lelaki, lebih tepatnya remaja, yang juga ada di antaranya adalah kakak kelasnya yang ikut menggilir si gadis tak berdosa tersebut.
      Kisah kasus Yuyun Mei 2016 lalu mengoyak kita, mengoyak nurani kita. Semakin berat rasanya menjaga diri ditengah derasnya tehnologi yang kian canggih. Menanggapi sorotan dan desakan banyak pihak akhirnya pemerintah mengesahkan Perpu No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Peraturan ini melegalkan hukuman kebiri kimia sebagai pemberatan atau penambahan hukuman bagi setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan saat memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yang menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan atau korban meninggal dunia.
      Membicarakan kembali kasus Yuyun menjadikan nurani kita merintih. Walaupun tak sedikit perempuan-perempuan lain yang mengalami kasus seperti Yuyun yang mungkin luput dari pantauan kita. Maka kembali pada konteks ini lebih tepat bila disebut sebagai “Kronis”. Kronis berarti tidak hanya pemerintah yang harus menanggung beban memperbaiki situasi dimana anak muda tidak lagi hanya tinggal di rumah. Dimana nyaris tidak ada lagi anak muda yang tidak memiliki handphone. Dimana informasi menyebar bebas dan luas dimanapun kita berada. Informasi dapat kita akses sekalipun diruang sempit seperti saat kita duduk di atas kloset.
      Juga tidak mungkin kita kembali ke zaman dimana tidak ada tehnologi. Tidak mungkin kita kembali pada situasi dimana anak remaja hanya tinggal di rumah, membantu ibu di dapur, membantu bapak di ladang. Yang mungkin adalah, kembali dalam arti melihat apa yang sudah kita lakukan untuk keluarga kita. Melihat kembali apa yang sudah kita ajarkan untuk generasi kita. Melihat seberapa besar nilai positif yang kita sebarkan untuk keluarga dan lingkungan kita dibanding pengaruh negative yang bisa datang dari mana saja. Seberapa sering dan lama durasi kita berasama anak-anak kita dan mengajari mereka banyak hal? Mulailah untuk kembali peduli dengan genarasi penerus kita.

No comments:

Post a Comment