Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Wednesday, January 5, 2011

Pengamen Jalanan yang Memuliakan Malam *

Siang telah beranjak dari permukaan, malam pun menyapa dengan senyuman rembulan. Tiba-tiba datang seorang lelaki memberi salam, namun, salam yang diucapkan agak terdengar tidak biasa. Permisi, ucapnya pada orang yang ada di depannya.
Ada dua kemungkinan yang dilakukan setelah pria itu mengucapkan salam. Pergi ke tempat lain atau melanjutkan misinya. Saat pengunjung tersebut tidak memberikan reaksi, lelaki itu akan melanjutkan misinya melantunkan sebuah lagu yang memang telah menjadi keahliannya. Namun apabila sang pengunjung memberikan reaksi dengan mengangkat tangan, sambil digerakkan ke kenan dan ke kiri, berarti orang tersebut tidak ingin di hibur, dan lelaki ini akan beralih ke pengunjug lain.
Sandi namanya, seorang lelaki yang sudah bertahun-tahun menggeluti profesinya sebagai seorang pengamen jalanan. Keliling, menjual suara pada orang yang menghargai jerihpayahnya. Sandi sendiri adalah ketua KPJ (komunitas pengamen jalanan) Pangkep, yang beberapa tahun lalu menikah dengan seorang gadis pilihan orang tuanya yang kini dikaruniai seorang anak perempuan. Dari hasil mengamen tersebutlah Sandi menghidupi keluarganya.
Sehari-harinya Sandi menjual suara di pinggir sungai kota Pangkep untuk menghibur para pengunjung yang sedang menikmati minuman khas Sulsel, sarabba, jus, gorengan atau bahkan pengunjung yang hanya duduk sambil menikmati indahnya malam di kota Pangkep.
Dari penghasilan mengamen itu Sandi banyak dikenal oleh masyarakat Pangkep sebagai pengamen jalanan, yang ramah, dan santun. Saat malam minggu tiba, Sandi bisa mendapatkan lebih banyak penghasilan dari mengamen dibanding malam-malam di luar malam minggu. “seandainya setiap malam, malam minggu, bagus”, celetusnya di sela-sela pembicaraan kecil yang kami lakukan.
Dari mengamen tersebutlah Sandi bahkan dijadikan salah satu personel dalam group Band Indi yang bernama Angewa. Angewa sendiri adalah group Band asal Pangkep yang sudah banyak dikenal orang, khususnya warga Pangkep. Selain itu, Sandi juga sering menjadi IO (Iven Organizer) dalam acara-acara penggalangan dana, festival atau mendatangkan artis ke Kota Pangkep, sebagaimana yang dilakukannya di bulan Desember tahun 2010, mendatangkan D’Masiv ke Pangkep.
Sandi sesungguhnya tergolong pengamen kreatif. Ia banyak mencipta dan mengaransemen lagu. Sandi menikmati hidupnya, layaknya orang kebanyakn. Keistimewaannya, ia memuliakan malam. Ia ingin memuliakan hidup dari rezeki keheningan malam-malam itu.
Namun begitu, setiap hari dia harus tidur di rumah, karena apabila bermalam di luar rumah, sang istri akan marah. Sering kali kami ajak untuk bermalam di sekretariat tapi jawabnya selalu “tidak bisa”, kata temannya Adi. Bahkan, motor satu-satunya yang menjadi media untuk memperlancar rutinitasnya, disita oleh sang istri agar Sandi tidak larut dan berlama-lama di luar rumah.
Rumit, sederhana, namun indah, begitu kira-kira gambaran kehidupan Sandi yang berhiaskan lantunan lagu dan suara gitar yang tak pernah lepas dari tangannya. Namun, profesi mulia Sandi tidak begitu saja dihargai oleh orang disekitarnya. tidak sedikit dari orang yang dihibur sandi hanya memberikan senyuman sinis bahkan tidak memberikan insentif apa-apa. Sedangkan Sandi sudah melantunkan satu atau bahkan lebih dari dua buah lagu untuk orang yang dihiburnya.
Kebanyakan masyarakat masih memandang rendah pada profesi pengemen, sedangkan dibanding tindakan koruptor dan pengambil kebijakan yang mengabaikan hak rakyat kecil, profesi mengamen jauh lebih mulia. Walaupun penghasilan yang di dapatkan jauh lebih sedikit seorang pengamen.
Selain seorang pengamen jalanan, Sandi juga seorang aktifis. Bicara soal demokrasi, Sandi juga bisa. Bahkan seringkali dia mencibir perhatian pemerintah yang lebih banyak memihak pada pengusaha besar. Sedangkan rakyat miskin yang mengandalkan keahlian bernyanyinya tidak pernah merasakan sentuhan pemerintah. Entah langsung maupun tidak langsung. “Apa pemerintah tidak suka mendengarkan lagu, kayaknya tidak, atau mungkin hanya lagu-lagu yang dinyanyikan orang-orang terkenal saja ya?” kata Dia.
Ironis memang realitas yang terjadi di negeri yang katanya masih belajar berdemokrasi ini. Seorang koruptor lebih bisa hidup mewah dan enak daripada memberikan penghargaan terhadap bakat dan hasil jerih payah seorang, yang didapatnya dengan cara yang halal. Di satu sisi, pemerintah luput dari tanggung jawabnya dalam mengelola kebijakan yang merakyat, dimana masyarakat di bawah garis standar kebutuhan yang hidupnya hanya dari gitar atau alat musik tertentu, justru tidak diperhatikan.
Sudah selayaknya pemerintah memperhatikan rakyatnya, tanpa terkecuali mereka yang berada disudut-sudut kota, mencari nafkah demi sesuap nasi, atau untuk keluarganya, sebagaimana yang dilakukan Sandi. Seorang pengamen jalanan yang setiap harinya menjual suara di sudut kota Pangkep, demi keberlansungan hidup istri dan anak tercinta.

*Tulisan ini juga dimuat di Harian Pagi FAJAR, Minggu, 26 Des. 2010

No comments:

Post a Comment