Menyimak
komentar calon peserta sekolah demokrasi Gowa 2015 pada saat seleksi peserta
15-16 Maret yang lalu memberikan asa bagi perubahan mutu demokrasi di Kab.
Gowa. Peserta yang notabene berasal dan berdomisili di Kab. Gowa memberikan
komentar dan gagasannya yang menarik untuk perubahan kesejahteraan masyarakat
Gowa ke depan.
Ditangan peserta sekolah demokrasi harapan besar bagi perubahan di Kabupaten Gowa terjadi. Karena merekalah nanti aktor-aktor yang akan mengisi ruang-ruang strategis, jabatan-jabatan strategis ditingkat lokal, partai politik, legislatif bahkan juga eksekutif.
Dengan
kata lain, peserta umumnya mengetahui baik buruknya dinamika demokrasi di Kab.
Gowa, bahkan tak jarang peserta menyampaikan argumentasi mereka disertai dengan
data-data hasil pengamatan langsung maupun data-data ilmiah lainnya. Pun
demikian mereka faham betul, masih harus melewati kerikil terjal nan tajam
untuk menciptakan kesejahteraan yang merata di Kab. Gowa. Bukan hanya karena persoalan di level
pengambil kebijakan, namun organisasi dan kelompok-kelompok sosial, agama dan
budaya yang ada di Gowa yang hari ini masih terkebiri oleh tujuan jangka pendek
dan juga kekuasaan.
Bicara
kekuasaan tentu saja bicara partai politik. Partai politik sejauh ini hanya
menjadi mesin pemilu yang hadir hanya saat pemilu berlangsung. Mereka (partai
politik) alpa ketika masyarakat membutuhkan wadah untuk menyalurkan aspirasi,
ketika masyarakat membutuhkan kelompok yang peduli pada masalah-masalah yang
dihadapinya. Sedangkan merekalah yang menyodorkan pemimpin, merekalah yang
mengkader calon-calon pemimpin. Setidaknya, ketika calon yang mereka sodorkan
terpilih, mereka (partai politik) turut serta bersama-sama masyarakat
mengevaluasi pemimpinnya.
Dari beberapa data dan
kajian, partai politik memiliki peran yang sangat signifikan menciptakan pemilu
yang bersih, jujur, adil, langsung, umum, bebas, rahasia. Namun, saat partai
politik menyaring calon-calon pemimpin yang akan maju dalam putaran pilkada,
saat itulah masalah pertama muncul. Sejauh mana partai politik melakukan
kaderisasi terhadap calon-calon yang akan maju tersebut. Tak jarang partai
politik melakukan kaderisasi secara instan, calon-calon yang disodorkan banyak
yang tidak mapan secara pengetahuan dan integritas. Sedangkan secara umum
partai politik masing-masing memiliki visi dan misi yang ideal, dimana garis
besarnya adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Masalah kedua muncul
saat masing-masing calon melakukan pendekatan pada masyarakat. Pun dilakukan
dengan pendekatan dan cara-cara yang instan pula. Di tengah masyarakat yang
bosan dengan janji kesejahteraan yang disampaikan calon-calon yang ada
sebelumnya, menjadikan persoalan kian krusial, sehingga tak jarang masyarakat
yang lebih memilih calon pemimpin yang memberikan uang mahar.
Masalah ketiga terjadi
saat pemimpin-pemimpin yang dihasilkan dari proses di atas terpilih. Akhirnya
kebijakan-kebijakan yang ditelorkan pun serba instan, tidak melewati usulan
dari bawah, yaitu konstituen atau masyarakat secara umum. Pada kondisi seperti
inilah masyarakat membutuhkan pendampingan, membutuhkan kelompok yang mampu
menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka. Penyelenggara pemilu tidak lagi punya
kuasa. Namun yang membingungkan, partai politik yang menelorkan dan menyodorkan
pemimpin tersebut pun tidak lagi merasa ikut bertanggung jawab dan merasa perlu
untuk memperbaiki keadaan.
Ditangan peserta sekolah demokrasi harapan besar bagi perubahan di Kabupaten Gowa terjadi. Karena merekalah nanti aktor-aktor yang akan mengisi ruang-ruang strategis, jabatan-jabatan strategis ditingkat lokal, partai politik, legislatif bahkan juga eksekutif.
No comments:
Post a Comment