Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Wednesday, March 25, 2015

Mendorong Penguatan Parpol Melalui Sekolah Demokrasi Gowa



  Menyimak komentar calon peserta sekolah demokrasi Gowa 2015 pada saat seleksi peserta 15-16 Maret yang lalu memberikan asa bagi perubahan mutu demokrasi di Kab. Gowa. Peserta yang notabene berasal dan berdomisili di Kab. Gowa memberikan komentar dan gagasannya yang menarik untuk perubahan kesejahteraan masyarakat Gowa ke depan.

Dengan kata lain, peserta umumnya mengetahui baik buruknya dinamika demokrasi di Kab. Gowa, bahkan tak jarang peserta menyampaikan argumentasi mereka disertai dengan data-data hasil pengamatan langsung maupun data-data ilmiah lainnya. Pun demikian mereka faham betul, masih harus melewati kerikil terjal nan tajam untuk menciptakan kesejahteraan yang merata di Kab. Gowa.  Bukan hanya karena persoalan di level pengambil kebijakan, namun organisasi dan kelompok-kelompok sosial, agama dan budaya yang ada di Gowa yang hari ini masih terkebiri oleh tujuan jangka pendek dan juga kekuasaan.

Bicara kekuasaan tentu saja bicara partai politik. Partai politik sejauh ini hanya menjadi mesin pemilu yang hadir hanya saat pemilu berlangsung. Mereka (partai politik) alpa ketika masyarakat membutuhkan wadah untuk menyalurkan aspirasi, ketika masyarakat membutuhkan kelompok yang peduli pada masalah-masalah yang dihadapinya. Sedangkan merekalah yang menyodorkan pemimpin, merekalah yang mengkader calon-calon pemimpin. Setidaknya, ketika calon yang mereka sodorkan terpilih, mereka (partai politik) turut serta bersama-sama masyarakat mengevaluasi pemimpinnya.

Dari beberapa data dan kajian, partai politik memiliki peran yang sangat signifikan menciptakan pemilu yang bersih, jujur, adil, langsung, umum, bebas, rahasia. Namun, saat partai politik menyaring calon-calon pemimpin yang akan maju dalam putaran pilkada, saat itulah masalah pertama muncul. Sejauh mana partai politik melakukan kaderisasi terhadap calon-calon yang akan maju tersebut. Tak jarang partai politik melakukan kaderisasi secara instan, calon-calon yang disodorkan banyak yang tidak mapan secara pengetahuan dan integritas. Sedangkan secara umum partai politik masing-masing memiliki visi dan misi yang ideal, dimana garis besarnya adalah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.

Masalah kedua muncul saat masing-masing calon melakukan pendekatan pada masyarakat. Pun dilakukan dengan pendekatan dan cara-cara yang instan pula. Di tengah masyarakat yang bosan dengan janji kesejahteraan yang disampaikan calon-calon yang ada sebelumnya, menjadikan persoalan kian krusial, sehingga tak jarang masyarakat yang lebih memilih calon pemimpin yang memberikan uang mahar.

Masalah ketiga terjadi saat pemimpin-pemimpin yang dihasilkan dari proses di atas terpilih. Akhirnya kebijakan-kebijakan yang ditelorkan pun serba instan, tidak melewati usulan dari bawah, yaitu konstituen atau masyarakat secara umum. Pada kondisi seperti inilah masyarakat membutuhkan pendampingan, membutuhkan kelompok yang mampu menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka. Penyelenggara pemilu tidak lagi punya kuasa. Namun yang membingungkan, partai politik yang menelorkan dan menyodorkan pemimpin tersebut pun tidak lagi merasa ikut bertanggung jawab dan merasa perlu untuk memperbaiki keadaan.

Ditangan peserta sekolah demokrasi harapan besar bagi perubahan di Kabupaten Gowa terjadi. Karena merekalah nanti aktor-aktor yang akan mengisi ruang-ruang strategis, jabatan-jabatan strategis ditingkat lokal, partai politik, legislatif bahkan juga eksekutif. 

No comments:

Post a Comment