Daftar Berita/Artikel Diterbitkan

Tuesday, April 26, 2011

Sisi Lain Pendaftaran Sekolah Demokrasi Pangkep Angk.II

Beberapa minggu yang lalu, ada kisah menarik di tengah-tengah rekrutmen peserta Sekolah Demokrasi Pangkep Angkatan ke Dua. Salah seorang pendaftar adalah seorang ibu yang ikut dalam salah satu wadah organisasi keislaman tertentu di Kab. Pangkep. Sehari sebelum hari penutupan pendaftaran, Ibu tersebut datang ke sekretariat sekolah demokrasi Pangkep. Dengan nada terburu-buru dia bertanya, “apakah masih bisa kasih masuk formulir, saya terlambat mendapatkan informasinya, karena baru di tanya teman”.
Beberapa hari sebelum Ibu ini datang, penyelenggara sebenarnya telah melaksanakan seminar sosialisasi dan mengundang banyak stakeholder di Kabupaten Pangkep. Soal sosialisasi informasi pendaftarannya sudah dilakukan jauh-jauh hari, bahkan lebih dari satu bulan.
Namun, saat seleksi tes berlangsung, ternyata sang Ibu tidak datang. Walaupun ada juga beberapa orang pendaftar yang juga tidak datang, namun hati kecil saya mengajak saya untuk mengirimkan sebuah pesan singkat pada ibu tersebut. Dengan maksud mengetahui alasan, sehingga ibu yang di hari sebelumnya sangat antusias memasukkan berkasnya untuk mendaftar sekolah demokrasi Pangkep angkatan ke Dua, namun dihari seleksi justru tidak datang.
“Maaf saya tidak diberikan izin oleh suami”, itulah pesan singkat sebagai balasan pesan yang saya kirimkan kepada Ibu tersebut. Saya tidak lantas berhenti, kemudian saya mengirimkan pesan lagi untuk mengorek keterangan lebih jauh. Ibu itu menjawab pesan saya lagi, dia mengatakan “iya, sebentar saya akan minta izin lagi pada suami saya, kalau memang di izinkan saya akan menuju ke tempat tes, terima kasih atas informasinya”. Begitu pesannya.
Beberapa jam kemudian Ibu tersebut mengirimkan pesan kepada saya. Dia mengatakan “maaf saya tidak bisa mengikuti tes seleksi, karena tidak diizinkan suami. Sebenarnya saya sangat ingin ikut Sekolah Demokrasi Pangkep, saya ingin merubah praktek tidak demokratis di Pangkep.” Itulah pesan terakhir yang saya dapatkan dari ibu tersebut. Bahkan, pesan Ibu tersebut sampai sekarang masih saya simpan di HP saya.
Seleksi tes peserta Sekolah Demokrasi Pangkep dilaksanakan beberapa minggu yang lalu, yaitu pada hari Sabtu, 13 Februari 2011, bertempat di sekretariat Sekolah Demokrasi Pangkep.
Kisah seperti ini tidak jarang terjadi di sekitar kita. Dimana sebuah keyakinan yang menurut mayoritas orang masih banyak dipertentangkan, justru menjadi batu sandungan untuk melakukan kegiatan yang sesungguhnya adalah kebaikan. Banyak istri, atau anak, atau siapa saja, yang dikekang oleh sebuah dogma yang diyakini seseorang dan menjadi pembatas dan penghalang terjadinya sebuah kebaikan.
Seorang Ibu yang ingin belajar, menempa diri, menimba ilmu dan pengalaman demokrasi, terhalang oleh keinginan sang suami. Dari sisi agama Islam, memang benar secara tekstual beberapa ayat dan hadis menerangkan bahwa Istri tidak diperbolehkan melakukan aktifitas apa saja, tanpa seizin suami. Namun, ada juga beberapa praktek yang dilakukan oleh Istri, anak perempuan dan sahabat perempuan Nabi yang menunjukkan fakta lain. Bahwa, seorang perempuan juga bisa memimpin sebuah peperangan sebagaimana yang dilakukan oleh Aisyah anak Nabi misalnya, yang menjadi panglima perang pada saat perang Jamal. Bahkan perempuan sebenarnya juga bisa mengambil inisiatif sendiri, bisa bertindak atas kemauannya sendiri, apatalagi dalam konteks ini adalah untuk menimba ilmu dan kebaikan.
Demokrasi dalam Islam dikenal dengan istilah lain, ada dalam bentuk Ta’awun, Tawazun, Tawasuth, Tasamuh, Ta’dilu, dan lain-lain. Intinya Islam juga sangat menganjurkan ummatnya untuk hidup sejahtera dengan nilai-nilai keseimbangan, nilai toleransi, apatalagi nilai keadilan.
Kalau umat Islam mengansumsikan bahwa warisan yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan yaitu dua banding satu adalah sebuah keadilan. Itu berarti kewajiban sang suami untuk melindungi keluarganya dua kali lipat lebih banyak daripada tanggung jawab istri kepada keluarganya. Namun konteks dari munculnya perintah ini juga harus dipertimbangkan. Karena Islam juga tidak menginginkan ummatnya tercerai berai dan habis ditelan zaman karena kalah demokratis dengan ajaran atau keyakinan lain. Sehingga dalam Islam dikatakan, “antum a’lamu bi umuri dunyakum”, “kamulah yang lebih mengetahui urusan duniamu”. Konteksnya, dua banding satu sudah dianggap sangat demokratis, bahkan sudah mampu mendongkrak praktek penindasan bertubi-tubi yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan kala itu. Karena sebagaimana sejarah mengatakan, praktek hubungan laki-laki dan perempuan sebelum Islam datang sangat menindas perempuan, perempuan tidak jauh beda dengan binatang atau makanan, hanya sebagai pelengkap kebutuhan, dan bahkan tidak jarang perempuan hanya dijadikan pelampiasan kebutuhan nafsu laki-laki saja. Dengan kata lain, dua banding satu adalah sebuah keadilan yang sangat luar biasa. Sedangkan bila kita lihat realitas yang terjadi hari ini, banyak perempuan yang menjadi tumpuhan keluarga, banyak perempuan yang sudah menjamah ruang-ruang yang dulu hanya ada laki-laki.
Demokrasi mengansumsikan semua orang dapat hidup sejahtera. Walaupun sejarah penerapan demokratisasi dalam sebuah negara berasal dari barat, bukan berarti kita menentang praktek-praktek yang sesungguhnya juga diajarkan oleh Islam. Tidak semua yang berasal dari barat negatif dalam pandangan agama dan keyakinan kita. Tidak sedikit juga yang mampu menjadikan kita lebih maju demi hidup yang lebih baik.
Namun, masih banyak umat Islam mencibir segala sesuatu yang bersumber dari barat, walaupun itu adalah sesuatu yang positif. Tidak sedikit orang menganggap semua yang bersumber dari Timur tengah adalah positif, walaupun sesungguhnya bertentangan dengan kondisi dan realitas yang sudah lama ada di negeri ini. Banyak orang ramai-ramai menentang kapitalisme yang diprakarsai oleh negara-negara barat seperti AS, sedangkan kapitalisme sesungguhnya bisa datang dari mana saja, bahkan Timur tengah sekalipun.
Kenapa kita tidak mengakui, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang kita miliki hari ini juga banyak yang berasal dari barat. Seandainya mungkin Nabi masih hidup hingga hari ini, kemungkinan besar Nabi akan mengatakan, belajarlah hingga ke Australia, Amerika, Perancis, Jepang, bukan hanya Cina sebagaimana hadis yang sering kita baca. Karena Cina dengan semua produknya juga adalah bagian dari negara yang mengadopsi kapitalisme.
Sudah selayaknya apa yang kita yakini kebenarannya dalam hal tertentu dikontekskan dengan zamannya. Karena terkadang sebuah keyakinan dalam hal terntentu di produksi saat dimana kondisi dan ruang lingkupnya searah dengan hal tersebut. Jangan hanya karena kita telah meyakini sebuah kebenaran lantas kita mengabaikan segala prilaku yang baru, yang sesungguhnya juga benar dan tidak ada larangan terhadapnya.
Islam adalah agama yang besar, agama semua ummat yang meyakininya. Hal ini mengansumsikan bahwa Islam menerima segala bentuk perbedaan. Sejarah memberitahukan pada kita bahwa perbedaan juga menjadi bagian dari kehidupan yang harus dijunjung tinggi. Namun, tidak sedikit akibat dari ulah beberapa orang yang tidak sebesar agamanya, mengansumsikan Islam secara picik sehingga mencoba memberangus perbedaan. Dalam Islam kejadian demi kejadian terjadi karena hal tersebut. Lihatlah bagaimana saat Nabi Muhammad Saw memerintahkan sahabatnya untuk menghafal Al-Qur’an menurut dialegnya masing-masing dengan tujuan memudahkan sahabat yang berasal dari berbagai suku di Arab untuk menghafal Al-Qur’an, walaupun kemudian di masa khalifah Usman, Alqur’an disatukan dalam satu mushaf versi suku Quraisy. Lalu bagaimana kemudian peperangan demi peperangan terjadi karena perbedaan kalam di masa sahabat dan tabi’in.
Kontekstualisasi kebenaran bukan berarti membantah kebenaran yang dikabarkan oleh agama, namun lebih pada pemahaman yang mendalam terhadap semua unsur yang mendasarinya. Nabi memerintahkan ummat Islam untuk tidak memakai pakaian melebihi mata kaki, karena Nabi melihat sahabat yang memakainya menyombongkan diri dengan pakaiannya. Umar RA tidak memotong tangan seorang pencuri karena saat itu terjadi masa kelaparan (am assanah). Oleh karena itu, sebagai ummat Islam yang besar, besarlah dengan keyakinan yang dapat membawa maslahah bagi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Semoga...

No comments:

Post a Comment